AKANKAH bandul reformasi birokrasi bergerak miring dikarenakan konsep resiprokal?
Konsep resiprokal ini akan menghamparkan karpet merah untuk TNI-Polri bisa menduduki jabatan sipil dan sebaliknya Aparatur Sipil Negara (ASN) dapat menduduki jabatan di instansi TNI-Polri.
Wacana TNI masuk sipil sudah sejak tahun 2022 dihembuskan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mengusulkan untuk merevisi Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Harapannya, perwira aktif TNI dapat menduduki jabatan struktural di kementerian maupun lembaga negara.
Anehnya bukan jabatan nonmanajerial, misalnya, Analis Kebijakan, Widyaswara, atau Analis Hukum. Luhut menghendaki posisi manajerial untuk dapat diisi TNI aktif di antaranya Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) yang juga menjadi incaran ASN yang menapaki karier dari bawah.
Alasan atas usulan Luhut tersebut adalah agar tidak ada lagi perwira tinggi TNI yang mengisi jabatan-jabatan tak perlu di institusi militer. Sehingga, kinerja TNI semakin efisien dan mereka tidak lagi perlu berebut jabatan karena mereka bisa berkarier di luar institusi militer.
Wah, ini kelebihan perwira tinggi. Tentu ada yang salah dalam menerapkan praktik manajemen sumber daya manusia di tubuh TNI.
Presiden Joko Widodo sempat menolak usulan tersebut.
"Saya lihat belum mendesak. Kebutuhannya sudah saya jawab, kebutuhannya kan saya lihat belum mendesak," jelas Jokowi kepada wartawan di Kabupaten Sukaharjo Jawa Tengah, Kamis (11/8/2022).
Saat ini, Presiden Jokowi sudah menandatangani Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara. Pasal 19 merupakan kunci masuk TNI-Polri yang semula disiapkan untuk menjaga keamanan dan ketertiban negara menjadi pemberi perintah di sipil.
Apakah nyaman bekerja di bawah militer atau polisi?
Yustejo Tarik, petenis legendaris Indonesia pernah bersitegang dengan Ketua Umum Persatuan Tenis Lapangan Seluruh Indonesia (PELTI) berpangkat perwira yang mengaku sebagai komandan di PB Pelti.
Menteri Pemuda dan Olah Raga saat itu, Abdul Gafur turun tangan dan mengingatkan tidak mengggunakan ilmu komandan.
Antara 1985 – 1998, saya pernah mengalami bekerja di bawah pimpinan dari TNI. Disiplin yang diterapkan disiplin TNI.
Beberapa pegawai sempat menyaksikan pensiunan Mayor Jenderal menarik kerah baju seorang kepala bagian hanya keterlambatan menyelesaikan pekerjaan.
Tiba di kantor harus tepat waktu sebelum pukul 8.00, lewat lima menit pintu gerbang ditutup dan presensi dicoret. Dampaknya uang transport dan extra voeding dipotong.