JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengungkapkan, salah satu persoalan Palestina tak kunjung diterima sebagai anggota penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selama bertahun-tahun, karena belum semua negara di Dewan Keamanan PBB yang mengakuinya.
Juru Bicara Kemenlu, Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, masih ada negara yang memiliki hak veto, seperti Amerika Serikat, yang menolak keanggotaan penuh Palestina di PBB.
"Kita tahu problemnya justru di Dewan Keamanan. Akan sulit untuk mendapatkan dukungan penuh dari seluruh anggota Dewan Keamanan, karena masih ada negara-negara yang masih memiliki hak veto yang tidak setuju dengan pemberian pengakuan penuh status anggota penuh terhadap Palestina di dewan keamanan," kata Iqbal dalam press briefing dikutip dari YouTube Kemenlu, Kamis (30/5/2024).
Baca juga: Bertemu NPC, Puan Minta Pemerintah China Perkuat Dukungan untuk Palestina
Sebetulnya kata Iqbal, saat voting di sesi Majelis Umum PBB tanggal 10 Mei 2024, sebanyak 143 negara memberikan dukungan terhadap Palestina.
Kemudian, tiga negara lainnya menyusul, sehingga totalnya menjadi 146. Sedangkan 25 lainnya abstain dan 9 menolak, termasuk Amerika Serikat.
"Artinya dari 193 negara anggota PBB mayoritas mendukung Palestina. Kita tahu bahwa di SMU PBB, one country one vote, jadi tidak ada yang punya privilege disitu seperti halnya di Dewan Keamanan," tuturnya.
Namun, masalah kemudian bergulir di Dewan Keamanan, karena keputusan salam Sidang Majelis Umum PBB harus mendapatkan persetujuan (approval) dari Dewan Keamanan PBB.
"Di dalam SMU PBB resolusinya didukung oleh mayoritas negara anggota. Namun, untuk bisa disetujui atau ditetapkan atau bisa diterima sebagai anggota penuh PBB, diperlukan persetujuan Dewan Keamanan. Jadi kalau teman-teman menanyakan hambatannya dimana? Di Dewan Keamanan PBB," jelasnya.
Sebagai informasi belum lama ini, DK PBB kembali gagal mengesahkan resolusi keanggotaan penuh Palestina untuk kesekian kalinya.
Adapun penolakan DK PBB terhadap keanggotaan penuh Palestina di PBB terjadi usai Amerika Serikat (AS) memveto rancangan resolusinya.
Baca juga: Melihat Dampak dari Mengakui Palestina sebagai Negara
Padahal, keanggotaan penuh akan memberikan Palestina kedudukan yang patut di antara negara-negara dan kedudukan yang setara dalam proses perdamaian menuju pencapaian solusi dua negara.
Rancangan resolusi yang merekomendasikan kepada Majelis Umum PBB agar Negara Palestina diterima sebagai anggota PBB tersebut mendapat 12 suara setuju, dua abstain, dan satu menolak dalam pemungutan suara pada Kamis (18/4/2024) sore waktu New York.
Otoritas Palestina mengecam Amerika Serikat karena memveto upaya Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB.
Mereka menyebutnya sebagai “agresi” yang mendorong Timur Tengah menuju “jurang yang dalam”.
Baca juga: Saat 145 Negara Kini Akui Negara Palestina...
"Kebijakan AS merupakan agresi terang-terangan terhadap hukum internasional dan dorongan untuk melanjutkan perang genosida terhadap rakyat kami... yang mendorong wilayah ini semakin jauh ke tepi jurang," kata kantor pemimpin Palestina Mahmud Abbas dalam sebuah pernyataan, dikutip dari AFP.
Ditambahkan, bahwa veto AS di Dewan Keamanan PBB mengungkapkan kontradiksi kebijakan mereka. Otoritas Palestina mengungkapkan, AS sebelumnya mengeklaim mendukung solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina, tetapi pada saat yang sama mereka "mencegah implementasi solusi ini".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.