JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi X DPR RI bakal memanggil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim buntut kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di sejumlah universitas.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih menyampaikan, DPR RI ingin Nadiem mengklarifikasi penyebab kenaikan UKT tersebut.
Pasalnya, sesuai Peraturan Mendikbud Nomor 2 Tahun 2024, penentuan UKT harus berkonsultasi dan mendapat persetujuan dari Kemendikbudristek.
Baca juga: Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos
"Jadi dalam waktu dekat kami akan undang kementerian (Kemendikbud) seperti apa. Karena menurut Permendikbud 2/2024 kan harus berkonsultasi dan bahkan dapat persetujuan. Jadi approval itu dari Kemendikbudristek," kata Abdul dalam diskusi virtual dikutip dari YouTube Trijaya FM, Sabtu (18/5/2024).
Abdul beranggapan, masalah kenaikan UKT harus ditelusuri lebih jauh karena memberatkan mahasiswa dan orangtua wali.
Kenaikan UKT tidak hanya terjadi di kampus dengan status berbadan hukum (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum/PTNBH), tetapi juga di kampus dengan status Badan Layanan Umum dan Satuan Kerja.
"Kalau semula kan asumsinya karena jadi PTNBH (makanya UKT naik), ternyata yang datang (mengadu) adik-adik mahasiswa ini tidak hanya PTNBH. (Mahasiswa dari kampus) yang belum PTNBH pun UKT-nya naik, naiknya dari Rp 2,5 juta, Rp 4 juta jadi Rp 14 juta koma sekian," ucap dia.
Oleh karena itu, ia ingin meminta penjelasan dari Kemendikbudristek, termasuk sang menteri. Ia ingin memastikan penyesuaian nominal UKT sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Jangan-jangan standar yang sudah ditentukan tidak dipenuhi. Tapi (bisa saja) banyak faktor, saya belum bisa sampaikan karena belum ketemu dengan Kemendikbudristek," ucap dia.
Baca juga: UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim
Sebagai informasi, kenaikan UKT dan uang pangkal oleh sejumlah universitas menjadi sorotan karena dinilai memberatkan mahasiswa.
Pengamat pendidikan Ubaid Matraji beranggapan, mahalnya biaya pendidikan ini tidak terlepas karena kebijakan PTNBH.
Ia menilai, kebijakan itu justru membuat kampus dijadikan sebagai lahan bisnis dengan menaikkan uang pangkal dan UKT.
"Kebijakan PTNBH ini menjadikan kampus sebagai lahan bisnis. Jadi, harus dihentikan. Apalagi, bisnis yang dilakukan kampus ini dengan mencekik mahasiswa lewat kenaikan biaya UKT yang tidak masuk akal, kenaikannya berkali-kali lipat," kata Ubaid saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/5/2024).
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) ini mengatakan, kebijakan PTNBH lama-lama akan membuat akses masyarakat ke perguruan tinggi semakin menurun. Akibatnya, angka putus kuliah pun akan melonjak karena terkendala biaya.
Terlebih kata Ubaid, Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang ditujukan untuk meringankan beban mahasiswa justru salah sasaran. Sejauh ini, banyak penikmat KIP yang masih mampu secara materi.
Baca juga: Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif
"Banyak yang enggak dapat dan banyak dinikmati karena tidak tepat sasaran," imbuh dia.
Sebagai gantinya, status PTNBH bisa diganti dengan status PTN sehingga ada skema pembiayaan dari pemerintah.
Ia beranggapan, perubahan status ini bukan hal yang sulit jika ada kemauan.
"Sebab kalau PTN dipaksa harus menjadi PTNBH, maka masyarakat enggak sanggup bayar biaya yang sangat mahal. Masak pembiayaan untuk peningkatan SDM Indonesia menuju Indonesia Emas tidak bisa. Hanya dibutuhkan political will," jelas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.