JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan alasannya dahulu menolak revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) untuk disahkan di rapat paripurna DPR.
Sebab menurut Mahfud, revisi tersebut cenderung aneh. Ia berpendapat, revisi terhadap UU MK itu malah berpotensi mengganggu independensi hakim, khususnya yang terkait dengan aturan peralihan.
"Itu juga sebabnya saya menolak, ini mengganggu independensi. Kenapa? Orang ini secara halus ditakut-takuti. Jadi, independensinya sudah mulai disandera," kata Mahfud dalam keterangan video yang diterima Kompas.com, Rabu (15/5/2024).
Baca juga: Dasco Sebut Rapat Pleno Revisi UU MK yang Dilakukan Diam-diam Sudah Dapat Izin Pimpinan DPR
Menurut Mahfud, upaya mengubah UU MK sudah tampak sejak 2020.
Saat itu, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan bahwa upaya mengubah UU MK itu sudah disepakati sebelum Mahfud menjadi Menko Polhukam.
Ternyata, Mahfud menuturkan, upaya-upaya itu masih belum berhenti karena pada 2022 lalu secara tiba-tiba muncul lagi usulan untuk perubahan terhadap UU MK.
Padahal, menurut Mahfud, usulan revisi UU MK itu tidak pernah ada di Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas).
"Saya kaget, saya tanya lagi ke Pak Yasonna. Pak, ini kok ada UU belum ada di Prolegnas, (kata Yasonna) sudah Pak, disepakati baru ini tambahan di Prolegnas untuk direvisi. Kok mendadak, saya bilang, (Yasonna menjabawab) iya ini DPR memutuskan begitu, dan sudah dibicarakan mungkin secara diam-diam, begitu," ujar Mahfud.
Dia tetap menegaskan kalau revisi terhadap UU MK tidak benar karena ada tendensi untuk memberhentikan hakim-hakim tertentu di tengah jalan.
Baca juga: 4 Poin Krusial dalam Revisi UU MK, Evaluasi Hakim hingga Komposisi Anggota MKMK
Maka itu, Mahfud langsung berpikir untuk secara langsung mengikuti rapat bersama DPR. Ia langsung menyampaikan keinginannya itu kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
"Saya yang pesan ke Pak Pratik, Pak kayaknya UU ini saya perlu turun sendiri ke DPR, kan bisa, oh iya bisa kata Pak Pratik. Sudah nanti Pak Mahfud saja yang mewakili ke DPR bersama Pak Yasonna. Jadi saya (ikut rapat)," kata Mahfud.
Mahfud berpandangan, UU itu sekalipun bagus tidak boleh berlaku untuk hakim yang kini menjabat hingga masa jabatannya berakhir.
Ternyata, seingat Mahfud, saat itu DPR tidak mau karena mereka ingin hakim-hakim langsung diganti.
"DPR tidak mau, pokoknya langsung, begitu UU ditetapkan hakim yang tidak yang belum 10 tahun tapi sudah di atas lima tahun dikonfirmasi lagi. Wah, saya bilang ini tidak benar, dalam ilmu hukum ini keliru saya bilang, akhirnya apa, deadlock kan saja saya bilang, maka deadlock, selama saya jadi Menko," ujar eks Ketua MK ini.
Baca juga: 4 Poin Krusial dalam Revisi UU MK, Evaluasi Hakim hingga Komposisi Anggota MKMK
Ia merasa, RUU MK yang diusulkan bisa menakut-nakuti hakim MK saat ini, ditambah saat itu sudah mendekati kontestasi politik pemilihan umum.