JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad mengatakan praktik suap kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang terjadi terus setiap tahunnya sangat memalukan.
Praktik suap ini kembali menjadi sorotan karena ada dugaan Kementerian Pertanian (Kementan) membayar Rp 5 miliar kepada auditor BPK demi meraih status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Setiap tahun ada kejadian. Memalukan indikasi jual beli WTP," ujar Kamrussamad saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Kamis (9/5/2024).
Politikus Partai Gerindra ini berpandangan, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pemeriksaan oleh auditor ke entitas obyek pemeriksaan.
Ia menyebutkan, rekrutmen anggota BPK RI, sistem pendidikan auditor, SOP pemeriksaan entitas obyek, serta mekanisme pengawasan internal, juga mesti ikut dievaluasi.
Baca juga: Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP
Menurut Kamrussamad, harus ada komitmen sungguh-sungguh dari seluruh stakeholder untuk menghentikan indikasi jual beli WTP.
"Agar tidak terulang terus menerus kasus hukum yang menjerat K/L atau entitas obyek pemeriksaan oleh BPK RI," imbuhnya.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) RI disebut memberikan uang sebesar Rp 5 miliar untuk bisa mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Hal itu diungkap Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementan Hermanto saat menjadi saksi sidang kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementan yang menjerat mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Baca juga: WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar
Dalam kesaksiannya, Hermanto menyebutkan ada oknum auditor BPK meminta uang Rp 12 miliar untuk mendapatkan WTP. Pasalnya, opini ini terhambat akibat adanya temuan di program lumbung pangan nasional atau food estate.
“Akhirnya apakah dipenuhi semua permintaan Rp 12 miliar itu atau hanya sebagian yang saksi tahu?” tanya jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/5/2024).
Hermanto mengatakan, berdasarkan informasi yang diperoleh dari eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta, Kementan hanya memberi Rp 5 miliar.
“Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin (kalau) enggak salah sekitar Rp 5 miliar,” ucap dia.
"Hanya dipenuhi Rp 5 miliar dari permintaan Rp 12 miliar. Saksi mendengarnya setelah diserahkan atau bagaimana pada saat cerita Pak Hatta kepada saksi?” tanya jaksa lagi.
Baca juga: KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait Food Estate Ke Kementan
Kepada jaksa, Hermanto mengaku tidak mengetahui secara detail penyerahan uang miliaran ke BPK tersebut.
Hanya saja, oknum auditor BPK itu kerap menagih sisa permintaan yang tidak dipenuhi Kementan.
“Ditagih enggak kekurangannya kan ditagih Rp 12 miliar?” tanya jaksa.
“Ditagih terus,” kata Hermanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.