JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah menetapkan Bupati Sidoarjo, Jawa Timur, Ahmad Muhdlor Ali (AMA) alias Gus Muhdlor sebagai tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan yang bersangkutan di Rumah Tahanan (Rutan) cabang KPK selama 20 hari pertama sejak Selasa (7/5/2024).
Namun, ada beberapa catatan terkait penanganan kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo ini. Terutama, terkait operasi tangkap tangan (OTT) dan penetapan tersangkanya.
KPK diketahui gagal menangkap Gus Muhdlor dalam OTT yang dilakukan pada 25-26 Januari Kemudian, yang bersangkutan dikatakan menghilang.
Saat itu tim penyelidik dan penyidik KPK berhasil menangkap belasan orang, termasuk Siska, kakak ipar Gus Muhdlor bernama Robith Fuadi dan asisten pribadi bernama Aswin Reza Sumantri.
Baca juga: KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor
Namun, pada 1 Februari 2024, Gus Muhdlor muncul dalam acara deklarasi dukungan ke pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Oleh karenanya, upaya pemberantasan korupsi oleh KPK semakin dipertanyakan dan dicurigai disusupi oleh kepentingan politik. Pasalnya, Gus Muhdlor sebelumnya pendukung pasangan calon (paslon) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, lantaran kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Menanggapi kinerja KPK, mantan penyidik lembaga antirasuah, Yudi Purnomo mengatakan bahwa memang perlu ada evaluasi terutama terkait dengan teknis OTT.
Yudi menyebut, saat melakukan OTT harus jelas penyelenggara negara yang diikuti sehingga tidak menghilang seperti yang terjadi pada kasus Bupati Sidoarjo.
"OTT harus jelas penyelenggara negaranya yang ditempel ataupun di-surveillance, diikutin sehingga tidak menghilang,” ujar Yudi kepada Kompas.com, Rabu (8/5/2024).
Baca juga: KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja
Menurut Yudi, KPK tetap bisa menetapkan seorang penyelenggara negara sebagai tersangka meskipun tidak tertangkap tangan langsung dalam upaya OTT.
“Terkait dengan teknis OTT yang ternyata yang tidak berhasil menemukan Bupati Sidoarjo sehingga kemudian yang di-OTT adalah pihak-pihak lain yang tersangkanya pun ketika ditetapkan penyelenggara negaranya bukan bupati pada saat OTT. Kenapa pada saat OTT itu bupati tidak ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, walaupun orangnya menghilang pun bisa ditetapkan sebagai tersangka juga sehingga kasusnya bisa segera tuntas,” kata Yudi.
Dia juga mengatakan, KPK sebenarnya bisa menetapkan tersangka tidak lama setelah proses OTT dilakukan.
“Kalaupun kemudian tidak ditetapkan tersangka pada saat itu, OTT segera juga beberapa saat kemudian. KPK harus tegak lurus pada proses penegakan hukum,” ujar Yudi menegaskan.
Selain itu, Yudi menyoroti soal kinerja KPK yang lamban sehingga Gus Muhdlor melakukan manuver terkait politik. Akibatnya, kinerja pemberantasan korupsi dipertanyakan oleh publik.
“Kebebasan dari bupati mau dukung capres-cawapres manapun dalam situasi politik. Tapi kan akhirnya jadi preseden karena kinerja KPK yang lamban akhirnya yang bersangkutan melakukan manuver, yang membuat publik makin bertanya-tanya dengan kinerja KPK,” ujarnya.