Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Satrio Alif
Peneliti

Peneliti di Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI dan Associate Editor di Jurnal Konstitusi dan Demokrasi Fakultas Hukum UI. Sampai saat ini, telah menulis belasan artikel ilmiah di Jurnal Bereputasi tingkat nasional dan internasional yang dapat diakses melalui: https://www.researchgate.net/profile/Satrio-Febriyanto

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Kompas.com - 23/04/2024, 15:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA Senin (22/4), penantian masyarakat Indonesia terhadap muara dari Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 berakhir.

Penantian tersebut berakhir dengan adanya pembacaan putusan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap permohonan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden (paslon) nomor urut 1 dan 3, yang kalah dalam Pilpres 2014.

Putusan yang tebalnya lebih dari 1.000 halaman ini memang memiliki amar putusan ditolak. Namun ada hal yang baru pertama kali terjadi dalam putusan perkara PHPU, yaitu munculnya dissenting opinion dari majelis hakim.

Pada perkara ini, ada tiga hakim menyatakan dissenting opinion. Sementara lima hakim menolak permohonan.

Terlepas dari komposisi hakim yang menerima maupun menolak, pertimbangan majelis (ratio decidendi) yang menjadi dasar pertimbangan amar putusan dan argumen dissenting opinion memberikan banyak sekali pembelajaran dan saran yang perlu diperhatikan untuk memperbaiki kualitas pemilihan umum Indonesia secara umum kedepannya.

Salah satu permasalahan penting dalam ratio decidendi dari putusan ini adalah pertimbangan mengenai dalil dari permohonan paslon nomor urut 1 yang menyoal ketidaknetralan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai penyelenggara pemilu karena tidak menindaklanjuti ratusan permohonan yang diajukan pemohon (Putusan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 hlm. 876).

Dalam putusan tersebut, MK menyatakan tidak terdapat bukti yang cukup meyakinkan untuk dapat membuktikan bahwa Bawaslu tidak memproses pelanggaran pemilu oleh paslon nomor urut 2 (Putusan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 hlm. 883).

Meskipun demikian, MK menyatakan terdapat sebagian laporan pelanggaran ditindaklanjuti secara formalistik belaka (Putusan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 hlm. 883).

Kondisi ini membuat MK dalam putusan tersebut menyatakan bahwa perlu dilakukan perbaikan terhadap mekanisme pengawasan pemilihan umum yang dilakukan oleh Bawaslu di masa mendatang.

Perubahan mekanisme pengawasan tersebut mencakup pengaturan terhadap tata cara penanganan terhadap pelanggaran pemilu (Putusan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 hlm. 883).

MK menilai, seharusnya penanganan pemilu oleh Bawaslu menyentuh pada substansi laporan untuk menilai ada tidaknya pelanggaran pemilu dalam rangka menjaga penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas (Putusan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 hlm. 883).

Pernyataan yang cukup keras dari MK tersebut menggambarkan realita dari permasalahan laten Bawaslu dalam penanganan laporan pelanggaran pemilu selama ini.

Permasalahan laten tersebut adalah penanganan kasus pelanggaran pemilu yang bersifat formalistik (Veri Junaidi, Fadli Ramadhanil, dan Firmansyah Arifin, 2014).

Dalam penegakkan hukum, penanganan secara formalistik timbul sebagai akibat penggunaan penafsiran literal terhadap suatu ketentuan yang berlaku (Perus CKL Bello, 2023).

Penafsiran literal merupakan salah satu jenis penafsiran hukum di mana pemaknaan terhadap suatu ketentuan bertumpu pada teks tertulis suatu ketentuan semata (Mark Greenberg, 2020).

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com