Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buntut Prajurit TNI Siksa Warga, Jokowi Didesak Setop Pendekatan Keamanan di Papua

Kompas.com - 25/03/2024, 21:12 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR RI menghentikan pendekatan keamanan dalam menyelesaikan konflik di Papua.

Desakan ini buntut kasus penyiksaan warga sipil Papua, Defianus Kogoya oleh sejumlah prajurit TNI di Pos Gome Satgas Pengamanan Perbatasan (Pamtas), Puncak, Papua Tengah, pada 3 Februari 2024.

"Menuntut Presiden Republik Indonesia dan DPR RI segera menghentikan pendekatan keamanan dalam upaya menyelesaikan konflik Papua," ujar Ketua YLBHI Muhammad Isnur melalui siaran pers, Senin (25/3/2024).

Baca juga: YLBHI Kutuk Penyiksaan Warga Sipil Papua oleh Prajurit TNI

Penghentian pendekatan tersebut, kata Isnur, bisa diawali dengan melakukan evaluasi atas praktik berbagai operasi militer di luar perang ilegal.

Hal ini seperti Operasi Damai Cartenz 2024 yang dinilai dipraktikkan dengan pendekatan kekerasan dan penyiksaan.

Isnur menegaskan bahwa yang terjadi saat ini kepada warga Papua bukan sekadar penganiayaan sebagai tindakan biasa.

Lebih dari itu, menurut Isnur, kekerasan seperti yang dialami Defianus Kogoya merupakan tindakan penyiksaan.

Baca juga: TNI Masih Dalami Motif Penganiayaan Anggota KKB oleh Oknum Prajurit

Menurutnya, penyiksaan dengan alasan apapun harus dikutuk dan dilawan. Sebab, penyiksaan adalah tindakan biadab yang merendahkan harkat dan martabat manusia serta merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

"Sebagai negara pihak konvesi menentang penyiksaan, pemerintah Indonesia seharusnya berupaya serius untuk mencegah praktek penyiksaan terjadi," ungkap dia.

Isnur menambahkan, praktik penyiksaan di Papua bukan hal yang baru, namun merupakan praktik yang terus berulang.

Sebagai contoh, sepanjang tahun 2024 saja, telah terjadi tiga praktik kekerasan dan penyiksaan yang berulang.

"Di antaranya kasus di Kabupaten Intan Jaya pada bulan Januari 2024, di Kabupaten Yahokimi pada bulan Februari 2024 dan dilanjutkan di Kabupaten Puncak pada bulan Maret 2024," imbuh dia.

Sebelumnya, sebuah video yang terunggah di akun media sosial X memperlihatkan seseorang dimasukkan ke dalam drum air dan disayat.

Penyiksaan itu disebut terjadi di Yahukimo, Papua Pegunungan, yang merupakan wilayah di bawah Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih.

"Terkait video penyiksaan di bawah terjadi di Yahukimo, bahwa sejumlah anggota TNI menyiksa warga sipil yang diduga jaringan TPNPB," tulis akun @jefry_wnd, Kamis (21/3/2024).

TNI telah menetapkan 13 prajurit dari Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 300/Braja Wijaya sebagai tersangka atas penganiayaan terhadap Defianus Kogoya.

Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen Kristomei mengatakan, penganiayaan itu dilakukan di Pos Gome Satgas Pengamanan Perbatasan (Pamtas), Puncak, Papua Tengah, pada 3 Februari silam. Kemudian, video penganiayaan itu baru tersebar di media sosial pada Kamis (21/3/2024).

"Sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 42 orang prajurit TNI, dan dari 42 prajurit tadi sudah ditemukan indikasi 13 prajurit yang benar-benar melakukan tindakan kekerasan,” kata Kristomei saat konferensi pers di Subden Denma Mabes TNI, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2024).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com