Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Litbang "Kompas": Kasus Anwar Usman Pengaruhi 50 Persen Responden dalam Menilai MK

Kompas.com - 25/03/2024, 15:57 WIB
Ardito Ramadhan,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

 


JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei Litbang Kompas pada 18-20 Maret 2024 menunjukkan bahwa separuh atau 50,1 persen responden mengakui bahwa kasus pelanggaran etik eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mempengaruhi penilaian mereka terhadap lembaga MK.

"Separuh responden (50,1 persen) mengakui, kasus pelanggaran etik Ketua MK beberapa waktu lalu memengaruhi pertimbangan mereka dalam menilai lembaga penjaga konstitusi saat ini," tulis peneliti Litbang Kompas Yohan Wahyu, dikutip dari Kompas.id edisi Senin (25/3/2024).

Sementara, ada 46,9 persen responden yang justru mengaku tidak terpengaruh dengan kasus tersebut.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Publik Yakin MK Tangani Sengketa Pemilu dengan Adil

Kasus pelanggaran etik Anwar Usman sendiri merupakan buah dari putusan MK yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden sehingga Gibran Rakabuming Raka dapat mencalonkan diri pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Akibat pelanggaran etik, Anwar Usman dicopot dari jabatan ketua MK dan dilarang ikut serta menangani sengketa hasil Pilpres 2024.

Menariknya, responden yang merupakan pemilih pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo-Gibran cenderung tidak menjadikan putusan tersebut sebagai pertimbangan menilai MK.

"Hal ini dinyatakan oleh hampir 60 persen kelompok responden simpatisan Prabowo-Gibran ini," tulis Yohan.

Baca juga: MK Tegaskan Anwar Usman Tak Ikut Sidang Sengketa Hasil Pilpres

Menurut Yohan, sikap tersebut menandakan ada partisanship atau keberpihakan di kalangan pendukung Prabowo-Gibran terhadap kandidat yang ia usung.

Seperti telah disinggung di atas, pasangan Prabowo-Gibran adalah pihak yang diuntungkan dengan putusan MK yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.

"Jadi partisanship itu begini, sikap pendapat kita itu itu sering kali dipengaruhi oleh sikap pilihan politik," kata Yohan.

"Jadi setiap kita menilai isu, menilai tentang apa pun isu itu, sering kali sentimen pilihan politik itu berpengaruh, itu terbaca juga ketika di jajak pendapat ini," imbuh dia.

Baca juga: MK Beri Kesempatan Prabowo-Gibran Jadi Pihak Terkait di Sengketa Pilpres

Sebaliknya, sebagian besar responden pemilih Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mengaku kasus pelanggaran etik di MK menjadi pertimbangan mereka dalam menilai kerja lembaga tersebut.

Menurut hasil survei, hampir 70 persen responden simpatisan Anies-Muhaimin dan 62,5 persen responden pemilih Ganjar-Mahfud yang bersikap seperti itu.

"Sebagian besar dari dua kelompok pemilih pasangan calon ini menyatakan, pelanggaran etik yang pernah terjadi di MK bisa berdampak pada kemampuan lembaga menyelesaikan kasus-kasus sengketa pemilu," tulis Yohan.

Yohan menyebutkan, berkaca dari hasil survei, perbedaan sikap itu lebih banyak dipengaruhi partisanship ketimbang faktor demografis lainnya seperti latar belakang pendidikan maupun status sosial dan ekonomi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com