"Separuh responden (50,1 persen) mengakui, kasus pelanggaran etik Ketua MK beberapa waktu lalu memengaruhi pertimbangan mereka dalam menilai lembaga penjaga konstitusi saat ini," tulis peneliti Litbang Kompas Yohan Wahyu, dikutip dari Kompas.id edisi Senin (25/3/2024).
Sementara, ada 46,9 persen responden yang justru mengaku tidak terpengaruh dengan kasus tersebut.
Kasus pelanggaran etik Anwar Usman sendiri merupakan buah dari putusan MK yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden sehingga Gibran Rakabuming Raka dapat mencalonkan diri pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Akibat pelanggaran etik, Anwar Usman dicopot dari jabatan ketua MK dan dilarang ikut serta menangani sengketa hasil Pilpres 2024.
Menariknya, responden yang merupakan pemilih pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo-Gibran cenderung tidak menjadikan putusan tersebut sebagai pertimbangan menilai MK.
"Hal ini dinyatakan oleh hampir 60 persen kelompok responden simpatisan Prabowo-Gibran ini," tulis Yohan.
Menurut Yohan, sikap tersebut menandakan ada partisanship atau keberpihakan di kalangan pendukung Prabowo-Gibran terhadap kandidat yang ia usung.
Seperti telah disinggung di atas, pasangan Prabowo-Gibran adalah pihak yang diuntungkan dengan putusan MK yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.
"Jadi partisanship itu begini, sikap pendapat kita itu itu sering kali dipengaruhi oleh sikap pilihan politik," kata Yohan.
"Jadi setiap kita menilai isu, menilai tentang apa pun isu itu, sering kali sentimen pilihan politik itu berpengaruh, itu terbaca juga ketika di jajak pendapat ini," imbuh dia.
Sebaliknya, sebagian besar responden pemilih Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mengaku kasus pelanggaran etik di MK menjadi pertimbangan mereka dalam menilai kerja lembaga tersebut.
Menurut hasil survei, hampir 70 persen responden simpatisan Anies-Muhaimin dan 62,5 persen responden pemilih Ganjar-Mahfud yang bersikap seperti itu.
"Sebagian besar dari dua kelompok pemilih pasangan calon ini menyatakan, pelanggaran etik yang pernah terjadi di MK bisa berdampak pada kemampuan lembaga menyelesaikan kasus-kasus sengketa pemilu," tulis Yohan.
Yohan menyebutkan, berkaca dari hasil survei, perbedaan sikap itu lebih banyak dipengaruhi partisanship ketimbang faktor demografis lainnya seperti latar belakang pendidikan maupun status sosial dan ekonomi.
"Meskipun bukan berarti di pemilih 02 tidak ada yang mempertimbangkan, tetap ada tapi porsi yang tidak mempertimbangkan lebih banyak," kata dia.
Pengumpulan pendapat ini dilakukan oleh Litbang Kompas pada 18-20 Maret 2024 melalui telepon terhadap 505 responden dari 38 provinsi yang berhasilm diwawancara.
Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.
Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, margin of error penelitian ± 4,36 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
Meskipun demikian, kesalahan di luar pengambilan sampel dimungkinkan terjadi. Jajak pendapat sepenuhnya dibiayai oleh Harian Kompas (PT Kompas Media Nusantara).
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/25/15571141/survei-litbang-kompas-kasus-anwar-usman-pengaruhi-50-persen-responden-dalam