PEMILIHAN umum 2024 sudah menuju ke akhir perjalanan. Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan hasil perolehan suara Pemilihan Presiden (Pilpres) maupun Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024, Rabu (20/3/2024).
Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meraih suara terbanyak di Pilpres. Adapun untuk Pileg, PDI-P menjadi partai peraih suara terbanyak, disusul Golkar di posisi kedua, dan Gerindra di posisi ketiga.
Setelah tahap penetapan rekapitulasi hasil secara nasional, perhatian akan beralih ke tahap selanjutnya, yakni perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).
MK akan menjadi arena di mana pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan hasil pemilihan umum dapat mengajukan gugatan dan perselisihan secara hukum.
Proses di MK akan melibatkan pembuktian dan pemeriksaan secara detail terhadap klaim yang diajukan, dengan harapan dapat menemukan keputusan adil dan sesuai dengan hukum, serta menjaga integritas demokrasi negara.
PHPU yang diajukan ke MK merupakan bagian penting dari proses pemilu di Indonesia, baik untuk Pilpres maupun Pileg. Namun, penting untuk dicatat bahwa terdapat perbedaan dalam ketentuan penerimaan permohonan PHPU antara Pilpres dan Pileg.
Misalnya, batas akhir pengajuan permohonan PHPU Pilpres ditetapkan dalam Pasal 475 ayat (1) UU Pemilu, yaitu 3 hari setelah penetapan hasil pemilu.
Di sisi lain, untuk PHPU Pileg, batas akhir pengajuan permohonan berbeda. Sesuai dengan Pasal 474 ayat (2) UU Pemilu, permohonan PHPU Pileg harus diajukan dalam waktu 3x24 jam sejak diumumkan penetapan perolehan hasil suara.
Perbedaan ketentuan ini menunjukkan adanya perhatian terhadap dinamika dan kompleksitas proses pemilihan yang berbeda antara Pilpres dan Pileg.
Khusus untuk perkara PHPU Pilpres, MK hanya memiliki waktu 14 hari sejak diterimanya permohonan dalam sistem penerimaan perkara di MK.
Hal ini menunjukkan urgensi dan kecepatan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan perselisihan terkait hasil Pilpres.
Dengan demikian, regulasi yang jelas dan ketat dalam proses PHPU bertujuan memastikan keadilan dan keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Di samping itu, hal tersebut masih menyisakan persoalan serius mengenai kualitas dari persidangan PHPU Pilpres di MK yang memiliki waktu sempit.
PHPU dalam pemilu kali ini tidak hanya sekadar menjadi rutinitas tahapan pemilu, tetapi juga menjadi pertaruhan kredibilitas MK.
Pascaguncangan yang sangat hebat di tubuh MK setelah Putusan MK 90/PUU-XXI/2023, kepercayaan publik kepada lembaga tersebut terus mengalami penurunan signifikan.