Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum: Menangkan Gugatan Pilpres di MK Nyaris Mustahil

Kompas.com - 19/03/2024, 13:41 WIB
Singgih Wiryono,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Muchtar menilai hampir mustahil ada kontestan yang mampu memenangkan gugatan sengketa pemilihan presiden (pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Terbukti, sejak 2004 pihak yang kalah pilpres selalu menggugat ke MK, namun selalu berujung kekalahan.

Pria yang akrab disapa Uceng ini pun menilai, ada tiga alasan membuat proses gugatan pilpres di MK sulit dimenangkan.

Pertama, adalah proses pembuktian yang sulit karena batasan waktu.

"Proses pembuktian rasanya kayak Bandung Bondowoso lah, mau bangun 1000 candi dalam 1 malam, nyaris mustahil pembuktian itu," katanya dalam Obrolan Newsroom Kompas.com, Senin (18/3/2024).

Baca juga: Anggota Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi di Pilpres, Singgung Putusan MK

Uceng menjelaskan, misalkan saja ada kontestan yang menggugat merasa dicurangi sembilan juta suara di wilayah tertentu.

Dengan klaim itu, kontestan yang menggugat harus membuktikan dari kurang lebih 30.000 Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Pembuktian berapa hari? Kasus 2019 itu proses pembuktian hanya dikasih berapa hari dan hanya menghadirkan berapa saksi dan ahli, yang mau dibuktikan berapa puluh juta (suara)," imbuh Uceng.

Kedua, logika Hakim MK yang dinilai masih menitikberatkan kecurangan pilpres dari perhitungan angka.

Ketika kecurangan dilihat dari perhitungan angka, kemungkinan besar gugatan terkait sengketa pemilu tidak akan banyak membuahkan hasil.

Baca juga: Kubu Anies Kerahkan 1.000 Pengacara ke MK, TKN: Mau 1 Juta Orang Pun Enggak Masalah

Misalnya, ketika salah satu kontestan mampu membuktikan kecurangan yang terjadi dengan sejumlah angka tertentu, tapi angka itu tidak mengubah hasil pemenangnya, maka tak akan ada perubahan apa pun.

"Yang ketiga, belakangan dihadirkan TSM (kecurangan Terstruktur, Sistematis dan Masif) bahwa Bawaslu memegang fungsi TSM, sering kali nanti perdebatannya, bahkan yakin kalau ada orang bawa ini ke MK, nanti pengacara 02 akan bilang "kan ada Bawaslu" ke sana dulu. Putusan 2019 gitu," tutur dia.

Uceng menilai, gugatan pilpres kemungkinan bisa dimenangkan jika para Hakim MK bisa memiliki lompatan berpikir dengan melihat kecurangan pemilu tidak hanya dari sekadar angka dan hasil perolehan suara.

"Dibutuhkan hakim yang lompatan berpikirnya itu harus kuat. Dengan konfigurasi MK seperti sekarang, saya tidak terlalu yakin," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Nasional
Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Nasional
Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Nasional
KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

Nasional
Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Nasional
Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis Disebut Diperlukan, Proyek Mercusuar Perlu Pengawasan

Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis Disebut Diperlukan, Proyek Mercusuar Perlu Pengawasan

Nasional
Kapolri Beri Penghargaan ke 11 Personel di Pegunungan Bintang, Papua

Kapolri Beri Penghargaan ke 11 Personel di Pegunungan Bintang, Papua

Nasional
Pegawai Kementan Bikin Perjalanan Dinas Fiktif demi Penuhi Kebutuhan SYL

Pegawai Kementan Bikin Perjalanan Dinas Fiktif demi Penuhi Kebutuhan SYL

Nasional
Sidang SYL, Saksi Ungkap Permintaan Uang Rp 360 Juta untuk Sapi Kurban

Sidang SYL, Saksi Ungkap Permintaan Uang Rp 360 Juta untuk Sapi Kurban

Nasional
Hadiri Perayaan Ultah Hendropriyono, Prabowo Dihadiahi Patung Diponegoro

Hadiri Perayaan Ultah Hendropriyono, Prabowo Dihadiahi Patung Diponegoro

Nasional
Menag Minta Jemaah Jaga Kesehatan, Suhu Bisa Capai 50 Derajat Celsius pada Puncak Haji

Menag Minta Jemaah Jaga Kesehatan, Suhu Bisa Capai 50 Derajat Celsius pada Puncak Haji

Nasional
Tinjau Pasar Baru di Karawang, Jokowi: Harga Cabai, Bawang, Beras Sudah Turun

Tinjau Pasar Baru di Karawang, Jokowi: Harga Cabai, Bawang, Beras Sudah Turun

Nasional
KPK Sebut Eks Dirut Taspen Kosasih Rekomendasikan Investasi Rp 1 T

KPK Sebut Eks Dirut Taspen Kosasih Rekomendasikan Investasi Rp 1 T

Nasional
Hakim MK Tegur Kuasa Hukum KPU karena Tidak Rapi Menulis Dokumen

Hakim MK Tegur Kuasa Hukum KPU karena Tidak Rapi Menulis Dokumen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com