Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

Kompas.com - 19/03/2024, 09:51 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Lalu Muhammad Iqbal buka suara soal dinamika yang terjadi saat sidang Komite HAM PBB CCPR di Jenewa, Swiss, pekan lalu.

Diketahui saat sidang, anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye menyoroti netralitas Presiden Joko Widodo dalam Pemilihan Presiden tahun 2024.

Namun, perwakilan Indonesia tidak menjawab pertanyaan Ndiaye tersebut.

Menurut Iqbal, perwakilan RI saat itu memang tidak sempat menanggapi pertanyaan yang digulirkan Ndiaye karena masalah waktu. Situasi serupa kerap terjadi dalam dialog interaktif seperti ini.

"Mengenai komentar salah satu anggota Komite HAM dari Senegal dan beberapa pertanyaan lain, memang tidak sempat ditanggapi karena pertanyaan cukup banyak dan waktu tidak memungkinkan," kata Iqbal kepada wartawan, Senin (18/3/2024).

Baca juga: Anggota Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi di Pilpres, Singgung Putusan MK

Iqbal lantas menerangkan, sidang Komite HAM PBB mengenai Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) adalah pertemuan rutin yang sifatnya dialog interaktif antara Komite HAM dengan negara pihak.

Tujuannya guna mengidentifikasi kebutuhan peningkatan kapasitas, bukan untuk mengadili pelaksanaan HAM di antara negara-negara pihak.

Komite HAM kata dia, beranggotakan 18 ahli independen yang dipilih melalui pemungutan suara di PBB dan tidak mewakili Pemerintah maupun badan PBB tertentu.

"Kehadiran negara pihak dalam pertemuan tersebut bersifat sukarela. Kehadiran Indonesia merupakan bentuk komitmen pelaksanaan Kovenan Hak Sipil dan Politik. Secara umum, presentasi dan kehadiran Indonesia sangat diapresiasi oleh Komite HAM PBB," jelasnya.

Baca juga: Netralitas Jokowi di Pilpres 2024 Disorot Komite HAM PBB, Kubu Prabowo: Berlebihan

Sebelumnya diberitakan, Anggota Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau CCPR Bacre Waly Ndiaye menyoroti netralitas Presiden Joko Widodo dalam Pemilihan Presiden tahun 2024.

Ia mengutarakan soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melanggengkan jalan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka mengikuti pencalonan di Pilpres.

Adapun putusan yang dimaksud adalah putusan pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK memutuskan mengabulkan sebagian putusan tersebut.

Ndiaye menyebut, kampanye calon presiden dan calon wakil presiden terjadi usai putusan tersebut keluar.

"Kampanye terjadi setelah keputusan pengadilan pada menit-menit terakhir yang mengubah kriteria kelayakan yang memungkinkan putra presiden untuk ikut serta dalam Pemilu," kata Ndiaye dalam Sidang Komite HAM PBB CCPR di Jenewa, Swiss pekan lalu, dikutip dari UN Web TV, Senin (18/3/2024).

Baca juga: Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Ndiaye lantas mempertanyakan langkah apa yang diambil Indonesia untuk memastikan pejabat tinggi termasuk Jokowi tidak memberikan pengaruh atau intervensi yang berlebihan terhadap proses Pemilu.

Ia pun bertanya apakah Indonesia sudah melakukan penyelidikan untuk mengusut dugaan-dugaan itu.

"Langkah-langkah apa yang diterapkan untuk memastikan bahwa pejabat tinggi termasuk presiden dicegah untuk memberikan pengaruh yang berlebihan terhadap proses Pemilu," bebernya.

Saat diberikan kesempatan, Indonesia yang diwakili oleh Dirjen Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Tri Tharyat tidak menjawab pertanyaan Ndiaye.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com