ARGUMENTASI pemerintah tentang Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan mantan ibu kota yang ditinggalkan cenderung kontradiktif.
Di satu sisi, ancaman Jakarta "tenggelam" dijadikan argumentasi environmental mengapa Jakarta harus ditinggalkan.
Namun di sisi lain, pemerintah bertekad menjadikan Jakarta sebagai kawasan ekonomi bisnis yang diperluas sampai ke Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok Tangerang, Bekasi) dan diwacanakan akan diposisikan di bawah wewenang dewan pengelola yang ditunjuk oleh presiden ataupun langsung berada di bawah wakil presiden.
Jadi pemerintah ingin meninggalkan Jakarta sebagai ibu kota, namun tak mau melepaskan cengkeramannya dari Jakarta secara politik dan kekuasaan. Sangat kontradiktif.
Padahal jika ingin Jakarta berkembang pesat sebagai kawasan ekonomi bisnis pascaditinggalkan, maka idealnya Jakarta harus diberi keleluasaan secara bisnis dan ekonomi.
Cengkeraman politik hanya akan membebani Jakarta, karena akan membuat Jakarta bukan lagi sebagai kawasan ekonomi bisnis, tapi kawasan ekonomi politik di mana aktor-aktor kekuasaan masih ingin mengais modal dan mempratikkan hasrat kuasanya di Jakarta.
Lalu jejaring oligarki lama justru akan semakin bertahan dan berkembang pesat. Pastinya akan buruk untuk masyarakat Jakarta.
Logika sederhananya, tidak akan ada kawasan ekonomi bisnis dan kawasan komersial yang berkembang pesat jika jejaring kekuasaan tetap ditancapkan. Jejaring oligarki akan menguasai kawasan tersebut dan akan membebani perkembangan ekonominya.
Di negara yang memiliki sistem kekuasaan monolitik seperti China, kawasan ekonomi khusus dibutuhkan untuk membebaskan para pemilik modal berkembang di luar cengkeraman kekuasaan politik.
Kawasan khusus tersebut didesain oleh China dengan konsep "sangkar burung" atau "bird cage".
Konsep ini adalah rekonsiliasi antara kubu reformis yang dipimpin oleh Deng Xiaoping dengan kubu konservatif yang dikepalai oleh Chen Yun.
Dalam konsep ini, "kapitalisme" diasumsikan dengan burung dan sosialisme diasumsikan dengan sangkar. Jadi burung dibebaskan sebebas-bebasnya di dalam sangkar, tapi tidak bisa seperti itu di luar sangkar.
Artinya, di dalam kawasan ekonomi bisnis, aturan main pasar harus dikedepankan, bukan aturan main politik. Karena itulah kawasan bisa berkembang pesat, yang membuat China menjadi raksasa ekonomi seperti hari ini.
Perusahaan-perusahaan besar dan pemodal-pemodal besar dari Amerika Serikat, Jepang, Eropa, Korea, dan lainnya masuk dengan sangat nyaman di kawasan ekonomi khusus, tanpa khawatir ‘dibantai’ secara politik oleh kekuasaan partai.
Walhasil, ekonomi China memang tumbuh atas kontribusi besar dari investasi asing, hingga hari ini.