Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Penyuapan, Tersangka Pungli Rutan KPK Dikenakan Pasal Pemerasan

Kompas.com - 16/03/2024, 06:24 WIB
Ardito Ramadhan,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lima belas tersangka kasus pungutan liar di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK) dijerat pasal pemerasan.

Pemerasan itu diatur dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, mereka tidak dijerat pasal penyuapan karena aksi pungli yang dilakuan disertai ancaman kepada para tahanan agar mau menyetorkan uang.

Baca juga: Uang Pungli di Rutan KPK Capai Rp 6,3 Miliar dalam 4 Tahun

"Yang kami sangkakan ini adalah pemerasan, kenapa diperas, karena ada tekanan-tekanan yang dilakukan oleh petugas kami ini, itu yang kemudian memaksa orang memberi sesuatu," kata Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (15/3/2024).

Ghufron menyebutkan, tindakan tersebut berbeda dengan penyuapan yang mensyaratkan adanya pihak penerima suap dan pemberi suap.

Dalam kasus ini, para tersangka memang memberikan sejumlah fasilitas kepada tahanan yang telah menyetorkan uang, seperti bisa mengakses telpon seluler dan diinformasikan apabila akan ada inspeksi mendadak.

"Tetapi memberinya sesungguhnya dalam pandangan kami ditekan, dipaksa, karena itu kami konstruksikan pasal 12 e, pemerasan, bukan pasal suap," kata Ghufron.

Sedangkan, tahanan yang tidak mau ikut memberikan uang malah mendapat perlakuan yang tidak nyaman oleh para petguas.

"Kalau tidak memberi kepada petugas ini, sebagaimana disampaikan tadi, tugasnya untuk membersihkan piket jaga, piket kebersihan diperlama, isolasinya diperlama, yang begitu itu tindakan pemerasan," ujar Ghufron.

Para tersangka kasus pungli di Rutan KPK ini adalah Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rutan KPK 2018 Deden Rochendi, Plt Kepala Cabang Rutan KPK 2021 Ristanta, dan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK pada 2018-2022 Hengki.

Tersangka lainnnya adalah mereka yang bertugas dan pernah bertugas sebagai petugas di rutan KPK, yakni Sopian Hadi, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, Heri Angga Permana, Muhammad Ridwan, Suharlan, Ramadhan Ibaidillah, dan Mahdi Aris.

Baca juga: Kode Pegawai Rutan KPK Tagih Pungli: Pakan Burungnya Mana? Belum Ada

Para tersangka menagih pungli kepada tahanan dengan iming-iming mendapatkan beragam fasilitas, seperti percepatan masa isolasi, layanan menggunakan ponsel dan powerbank, dan bocoran informasi soal inspeksi mendadak.

Tarif pungli itu dipatok dari kisaran Rp 300.000 sampai Rp 20 juta.

Uang itu disetorkan secara tunai dalam rekening bank penampung, serta dikendalikan oleh petugas rutan yang ditunjuk sebagai “lurah” dan koordinator di antara tahanan.

Uang yang terkumpul nantinya akan dibagi-bagikan ke kepala rutan dan petugas rutan.

KPK mengungkapkan, Fauzi dan Ristanta selaku kepala rutan memperoleh Rp 10 juta dari hasil pemerasan tersebut.

Sementara, para mantan kepala keamanan dan ketertiban mendapatkan jatah kisaran Rp 3-10 juta per bulan.

Sedangkan mereka yang berstatus petugas rutan mendapat Rp 500.000 hingga Rp 1 juta setiap bulannya.

"Besaran jumlah uang yang diterima Hengki dan kawan-kawan sejumlah sekitar Rp 6,3 miliar,” kata Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat.

Baca juga: KPK Sebut Oknum Petugas Rutan Bocorkan Sidak ke Para Tahanan Pakai Kode Banjir

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com