Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Segera Bahas Status Arsul Sani Tangani Sengketa Hasil Pemilu

Kompas.com - 07/03/2024, 11:37 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) segera menentukan status Hakim Konstitusi, Arsul Sani, terkait kewenangannya memutus sengketa/perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024.

Arsul merupakan hakim teranyar MK yang dilantik pada 18 Januari 2024.

Ia duduk di MK dengan latar belakang sebagai elite PPP, partai peserta Pileg 2024 yang mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai capres-cawapres pada pilpres tahun ini.

Baca juga: Daftar 9 Hakim MK, Terbaru Arsul Sani

Ketua MK Suhartoyo mengatakan, pihaknya baru melakukan pembicaraan dengan Majelis Kehormatan MK (MKMK) pada Selasa (5/4/2024) malam.

"Bisa diajukan (untuk dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim, RPH) beberapa hari nanti," ujar dia, Rabu (6/4/2024) malam.

Suhartoyo tak menyebutkan pasti kapan RPH terkait status Arsul dalam PHPU akan dibahas.

"Nanti pada saatnya kalau sudah (akan) dibahas," ucap dia.

Sebelum resmi mengucapkan sumpah sebagai Hakim Konstitusi, Arsul merupakan politikus PPP yang cukup kawakan. Terakhir, ia duduk di Komisi II DPR RI dari fraksi PPP.

Sebelumnya, Juru Bicara Hakim MK, Enny Nurbaningsih, menyebutkan bahwa Mahkamah belajar dari persoalan benturan kepentingan yang membuat eks Ketua MK Anwar Usman dicopot dari jabatannya karena terbukti melakukan pelanggaran etika berat.


Menurut Enny, konflik kepentingan itu bisa berupa hubungan semenda dan sedarah yang memang diatur atau "hubungan emosional", meskipun hakim yang bersangkutan telah mengucapkan sumpah sebagai hakim konstitusi untuk bersetia kepada UUD 194T.

"Itu sudah komitmen kami kalau ada kaitan dengan hal-hal yang masih berkaitan dari sisi undang-undang maupun emosionalnya itu menjadi bahan pertimbangannya," ujar dia.

"Sesuai dengan pakta integritas yang sudah kami sepakati, jadi kami memang menghindari sedemikian rupa yang namanya konflik kepentingan sepanjang kemudian tidak sampai kurang dari 7 (hakim yang mengadili perkara). Minimal kan 7," kata dia.

Baca juga: Akui Aturan Tak Ideal, MK Janji Maksimalkan 14 Hari Putus Sengketa Pilpres

Ia menyampaikan, sepanjang ada hubungan yang kemudian menyangkut konflik kepentingan di situ, sudah otomatis asasnya seorang hakim harus mengundurkan diri dari perkara.

"Otomatis paling tidak dipindah panelnya, dia tidak akan menyelesaikan panel yang berkaitan dengan PPP," kata dia.

Dalam beberapa kesempatan, Arsul menyatakan dirinya sudah mundur dari PPP dan firma hukum yang ia besut.

Ia juga menyatakan ingin untuk tidak terlibat mengadili sengketa pemilu legislatif (pileg) menyangkut PPP.

Namun, ia tidak menyatakan keinginan serupa untuk sengketa pilpres.

Arsul beralasan, Ganjar maupun Mahfud bukan kader PPP, dan keterlibatan PPP mengusung Ganjar-Mahfud merupakan hasil dari kewajiban UU Pemilu bahwa partai politik yang ikut pemilu sebelumnya harus ikut mengusung salah satu capres-cawapres pada pemilu berikutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com