Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diagram Sirekap Dihentikan Dianggap Bukti KPU Kurang Tanggap Persoalan

Kompas.com - 06/03/2024, 19:27 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap tidak tanggap terhadap persoalan akurasi pada Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu (Sirekap), yang digunakan buat memperlihatkan kepada masyarakat tentang perkembangan penghitungan suara pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Menurut Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati, persoalan teknis yang dialami Sirekap semestinya juga ditanyakan kepada pihak ketiga yang membuat aplikasi itu, yakni Institut Teknologi Bandung (ITB).

"Seharusnya ketika sudah diketahui bermasalah langsung cepat tanggap menangani hal ini. Tapi sejak awal kontrak pengadaannya saja dipertanyakan dan tidak terbuka kepada publik semakin menimbulkan banyak kecurigaan," kata Neni saat dihubungi pada Rabu (6/3/2024).

Baca juga: Jubir Anies-Muhaimin: Hilangnya Grafik Data Sirekap Timbulkan Kecurigaan

Menurut Neni, mestinya KPU tanggap dengan persoalan teknis terkait akurasi data pada formulir C.Hasil yang diunggah secara digital dan kemudian diolah oleh Sirekap.

Meski bukan menjadi acuan rekapitulasi yang sah menurut undang-undang, Neni menganggap keputusan menghentikan penayangan diagram pada Sirekap justru malah memicu persoalan baru, terutama soal menguatnya kecurigaan terhadap dugaan manipulasi suara.

"Sejak diketahui Sirekap bermasalah langsung seharusnya lakukan pembenahan secara serius meskipun memang itu hanya alat bantu. Menghilangkan chart pie tidak menyelesaikan permasalahan malah justru menambah permasalahan baru," ucap Neni.

Baca juga: Alasan Grafik Perolehan Suara dalam Sirekap KPU Tiba-tiba Menghilang


Neni juga menganggap keputusan tidak menampilkan diagram Sirekap juga membuat kecurigaan publik terhadap KPU sebagai salah satu lembaga penyelenggara Pemilu semakin menguat.

Sebelumnya diberitakan, KPU memutuskan menghentikan penayangan grafik atau diagram perolehan suara hasil pembacaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) terhadap formulir C.Hasil TPS.

Keputusan itu diambil akibat tingginya tingkat kekeliruan pembacaan oleh Sirekap yang menyebabkan data perolehan suara tidak sesuai dengan hasil di TPS dan menimbulkan kesalahpahaman publik.

"Ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader (KPPS) dan operator Sirekap KPU kabupaten/kota, hal itu akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka," kata anggota KPU RI, Idham Holik, kepada Kompas.com, Selasa (6/3/2024) dini hari.

Baca juga: Grafik Sirekap Disetop, Perindo: Menimbulkan Kecurigaan yang Tinggi

"Kini kebijakan KPU hanya menampilkan bukti otentik perolehan suara peserta pemilu," ujar Idham.

Langkah ini bukan berarti KPU menutup akses publik untuk mendapatkan hasil penghitungan suara, karena KPU berjanji tetap mengunggah foto asli formulir C.Hasil plano dari TPS sebagai bukti autentik perolehan suara, sebagaimana yang selama ini berlangsung.

Tampilan Sirekap saat ini pun seperti itu, yakni tanpa diagram/grafik maupun tabel data numerik jumlah suara di suatu wilayah, dan hanya memuat menu untuk memeriksa foto asli formulir C.Hasil TPS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com