JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberian gelar Jenderal Kehormatan (HOR) terhadap Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap tidak sejalan dengan semangat Reformasi 1998.
Peneliti Institute for Advanced Research Unika Atma Jaya Yoes Kenawas menilai pemberian gelar kehormatan itu juga melukai para keluarga korban pelanggaran HAM di masa transisi dari Orde Baru ke Reformasi.
"Pemberian gelar Jenderal Kehormatan Prabowo adalah tamparan keras bagi gerakan Reformasi yang kita gaungkan tahun 1998, dan bagi keluarga aksi Kamisan yang hari ini masih mencari kejelasan mengenai nasib anak-anak mereka yang hilang selama proses transisi demokrasi Indonesia," kata Yoes saat dihubungi pada Kamis (29/2/2024).
Yoes juga menyayangkan keputusan Jokowi yang seolah lupa dengan janjinya pada pemilihan presiden (Pilpres) 2014 buat mengusut kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu, yang salah satunya adalah kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro demokrasi pada 1997 sampai 1998.
Baca juga: Jenderal Kehormatan Prabowo dan Pengabaian Keadilan
"Pada tahun 2014 Presiden Jokowi dapat memenangkan pemilu salah satunya karena dukungan kelompok-kelompok yang menginginkan adanya pengusutan atas pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu," ujar Yoes.
Yoes juga mempertanyakan alasan mendasar Jokowi memberikan gelar pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo.
"Memang memberikan pangkat kehormatan adalah hak prerogatif presiden. Namun, sekali lagi tidak ada alasan dan urgensi yang kuat mengapa Prabowo harus diangkat sebagai jenderal bintang 4," ucap Yoes.
Sebelumnya diberitakan, penyematan gelar itu dilakukan oleh Presiden Jokowi dalam rapat pimpinan (rapim) TNI-Polri di Markas Besar (Mabes) TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (28/2/2024).
Baca juga: Gelar Jenderal Kehormatan Dinilai Jadi Beban Baru Prabowo
Pemberian gelar kehormatan untuk Prabowo diumumkan Jokowi saat menyampaikan sambutan.
"Dalam kesempatan yang baik ini, dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan penganugerahan kenaikan pangkat secara istimewa berupa Jenderal TNI kehormatan kepada Bapak Prabowo Subianto," ujar Jokowi.
"Penganugerahan ini adalah bentuk penghargaan sekaligus peneguhan untuk berbakti sepenuhnya kepada rakyat, kepada bangsa dan kepada negara. Saya ucapkan selamat kepada Bapak Jenderal Prabowo Subianto," lanjut Jokowi.
Prabowo diduga terlibat dalam penculikan dan penghilangan paksa sejumlah aktivis pro demokrasi pada 1997 sampai 1998 atau menjelang Reformasi.
Baca juga: Cerita Jokowi soal Kenaikan Pangkat Jenderal Kehormatan untuk Prabowo
Jabatan terakhirnya adalah Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) dengan pangkat Letnan Jenderal (Purnawirawan).
Sampai saat ini tercatat ada 13 aktivis pro demokrasi yang masih dinyatakan hilang sekitar 1997-1998.
Adapun penculikan aktivis 1997/1998 dilakukan oleh tim khusus bernama Tim Mawar, yang dibentuk oleh Mayor Bambang Kristiono.
Tim Mawar merupakan tim kecil dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup IV, TNI Angkatan Darat. Saat aksi penculikan terjadi, Prabowo berstatus sebagai Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus).
Baca juga: Pro-Kontra Pemberian Pangkat Jenderal Kehormatan ke Prabowo
Terkait peristiwa itu, Dewan Kehormatan Perwira (DKP) TNI memutuskan memberhentikan Prabowo dari dinas kemiliteran karena terbukti terlibat dalam penculikan dan penghilangan orang paksa terhadap sejumlah aktivis 1997/1998.
Pada 23 Mei 1998, Presiden B.J. Habibie mencopot Prabowo dari jabatannya sebagai Panglima Kostrad, lalu menempatkannya sebagai Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.