JAKARTA, KOMPAS.com - Survei terbaru Indikator Politik Indonesia memperlihatkan bahwa tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Joko Widodo turun menjadi 76,6 persen.
Menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, penurunan ini dipengaruhi oleh langka dan tingginya harga beras di Tanah Air belakangan ini.
“Meskipun Pak Jokowi sudah all out untuk membenahi harga beras supaya tidak tinggi, tetapi sudah mulai ada dampak negatif yang dirasakan oleh Presiden Jokowi sendiri,” kata Burhanuddin dalam konferensi pers daring, Rabu (28/2/2024).
Dalam survei Indikator periode sebelumnya atau 12-13 Februari 2024, tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi mencapai 78,6 persen. Artinya, setelah penyelenggaraan Pemilu 2024, tingkat kepuasan tersebut turun 2 persen.
Pada saat bersamaan, persentase responden yang kurang puas/tidak puas terhadap kinerja Presiden mengalami sedikit kenaikan. Jumlahnya sebesar 20,3 persen pada survei 12-13 Februari 2024, dan naik menjadi 20,7 persen pda survei 18-21 Februari 2024.
Baca juga: Indikator: Mesin Darat PSI Lemah, Tak Mampu Jual Jokowi Effect untuk Tembus Senayan
Secara rinci, survei terbaru Indikator memperlihatkan bahwa 27,0 persen responden sangat puas dengan kinerja Jokowi, dan 49,6 persen merasa cukup puas.
Lalu, 11,4 persen responden mengaku kurang puas dengan kinerja Kepala Negara, dan 9,3 persen tidak puas sama sekali. Sementara, 2,7 persen responden tidak tahu/tidak jawab.
“Meskipun ada banyak hal yang menjadi perhatian publik, masyarakat secara umum masih percaya terhadap Presiden Jokowi,” ujar Burhanuddin.
Menurut survei, ada sejumlah faktor yang menjadi alasan responden merasa puas dengan kinerja Jokowi. Alasan terbesar, karena Jokowi memberi bantuan kepada rakyat kecil.
Alasan lainnya, Jokowi membangun infrastruktur. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga dinilai menunjukkan kinerja baik dan merakyat.
Sementara, responden yang merasa kurang puas dengan Jokowi beralasan bahwa bantuan untuk rakyat tidak merata. Presiden juga dinilai gagal memberantas korupsi.
Selain itu, di era Jokowi, harga kebutuhan pokok dinilai meningkat, utang negara semakin tinggi, kinerjanya buruk, dan kurang berpihak kepada rakyat kecil. Ada pula yang menilai Jokowi membangun politik dinasti.
Survei yang sama juga memperlihatkan, mayoritas publik menilai bahwa kondisi ekonomi nasional saat ini buruk. Terjadi peningkatan persepsi negatif publik terhadap kondisi ekonomi nasional setelah hari pemungutan suara Pemilu 2024.
Dalam survei sebelum pemilu, yakni 12-13 Februari 2024, responden yang menilai kondisi ekonomi nasional buruk sebesar 30,4 persen. Sedangkan yang menilai kondisi ekonomi baik sebanyak 33,8 persen, kondisi sedang 35,4 persen.
Sementara, dalam survei terbaru setelah pemilu, ada 40,6 responden yang menilai kondisi ekonomi buruk. Sedangkan yang menganggap kondisi ekonomi baik sebesar 33,9 persen, kondisi sedang 24,2 persen.
Baca juga: Survei Indikator: Kepuasan Publik terhadap Jokowi Turun Jadi 76,6 Persen