Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Indikator: Usai Pemilu, Persepsi Negatif Publik ke Kondisi Ekonomi-Hukum Meningkat

Kompas.com - 29/02/2024, 16:56 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mayoritas publik menilai bahwa kondisi ekonomi nasional saat ini buruk. Temuan ini merujuk pada survei Indikator Politik Indonesia yang digelar 18-21 Februari 2024.

Menurut survei, terjadi peningkatan persepsi negatif publik terhadap kondisi ekonomi nasional pasca hari pemungutan suara Pemilu 2024.

Dalam survei sebelum pemilu, yakni 12-13 Februari 2024, responden yang menilai kondisi ekonomi nasional buruk sebesar 30,4 persen. Sementara, yang menilai kondisi ekonomi baik sebanyak 33,8 persen, sedang 35,4 persen.

Sementara, dalam survei terbaru setelah pemilu, ada 40,6 responden yang menilai kondisi ekonomi buruk. Sedangkan yang menganggap kondisi ekonomi baik sebesar 33,9 persen, sedang 24,2 persen.

“Sebelum pemilu, lebih banyak yang mengatakan positif kondisi ekonomi nasional, ketimbang yang kita temukan hari ini,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, dalam konferensi pers daring, Rabu (28/2/2024).

Baca juga: Survei Indikator: Kepuasan Publik terhadap Jokowi Turun Jadi 76,6 Persen

Survei terbaru Indikator memerinci, hanya 6,5 persen responden yang menilai kondisi ekonomi nasional sangat baik. Lalu, 27,4 persen responden menilai baik.

Selanjutnya, ada 24,2 persen yang menganggap kondisi ekonomi nasional sedang, 27,9 persen buruk, dan 12,7 persen sangat buruk. Sisanya, 1,3 persen responden menjawab tidak tahu atau tidak jawab.

Burhanuddin meyakini, meningkatnya persepsi negatif publik terhadap kondisi ekonomi nasional disebabkan oleh kelangkaan dan melonjaknya harga beras.

“Jawabannya sangat terang benderang, yaitu karena kenaikan harga beras,” ujarnya.

Survei juga merekam persepsi publik terhadap penegakan hukum nasional. Lagi-lagi, terjadi peningkatan persepktif negatif pada survei setelah Pemilu 2024.

Menurut survei sebelum pemilu atau 12-13 Februari 2024, ada 27,5 persen responden yang menilai penegakan hukum di Tanah Air buruk. Sementara, yang menilai baik sebanyak 39,5 persen, yang menganggap sedang 31,0 persen.

Sementara, pada survei terbaru setelah pemilu, responden yang menilai penegakan hukum buruk naik menjadi 33,5 persen. Lalu, yang menilai baik turun jadi 30,9 persen, pun yang menganggap sedang merosot menjadi 25,0 persen.

Meningkatnya persepsi negatif publik terhadap kondisi ekonomi dan penegakan hukum nasional disebut berkorelasi dengan tingkat kepercayaan publik terhadap Presiden. Dalam survei terbaru indikator, angka kepercayaan publik terhadap Presiden Jokowi turun dari 78,6 persen menjadi 76,6 persen.

“Kalau kita lihat, trennya ada penurunan, dari 78,6 persen survei sebelum pemilu, sekarang menjadi 76,6 persen, turun kurang lebih 2 persen,” terang Burhanuddin.

Pada saat bersamaan, persentase responden yang kurang puas/tidak puas terhadap kinerja Presiden mengalami sedikit kenaikan. Jumlahnya sebesar 20,3 persen pada survei 12-13 Februari 2024, dan naik menjadi 20,7 persen pada survei 18-21 Februari 2024.

Halaman:


Terkini Lainnya

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Nasional
Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Nasional
Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Nasional
KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

Nasional
Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com