Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kilas Balik Saat AHY Kritik "Food Estate" dan UU Ciptaker, Kini Sejalan dengan Jokowi

Kompas.com - 23/02/2024, 08:01 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelantikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menandai masuknya Partai Demokrat ke dalam koalisi pendukung pemerintahan Presiden-Wakil Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.

Dia dilantik di Istana Negara, Jakarta, Rabu (21/2/2024), menggantikan Hadi Tjahjanto yang digeser menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia (Menko Polhukam).

Anak sulung Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu menyangkal tuduhan yakni jabatan menteri merupakan hadiah karena Partai Demokrat mendukung calon presiden-calon wakil presiden (Capres-Cawapres) nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Baca juga: Kursi Menteri untuk AHY, Pengamat: Beroposisi Memang Berat, Demokrat Terbukti Tak Kuat

Sebab selama hampir 2 periode pemerintahan Jokowi, Demokrat berada di luar pemerintahan atau bersikap sebagai oposisi.

Menurut AHY, sejak awal Partai Demokrat memang ingin berpartisipasi aktif di legislatif dan eksekutif.

"Yang terjadi hari ini adalah bagian perjuangan, karena Demokrat ingin melanjutkan yang sudah baik, dan terus memberikan masukan serta solusi jika ada permasalahan yang perlu diperbaiki dan sempurnakan. Jadi saya tidak melihat sepeti itu (hadiah mendukung Prabowo-Gibran), karena terlalu banyak asumsinya atau praduganya," ujar AHY usai pelantikan.

AHY mengatakan, langkah Presiden Jokowi mengajaknya masuk ke pemerintahan sebagai persiapan buat masa peralihan kepemimpinan mendatang.

Baca juga: AHY Optimistis Bisa Lanjutkan Program-program Hadi Tjahjanto

"Dengan bergabungnya kami ke pemerintahan artinya Demokrat dilibatkan dalam transisi pemerintahan dan meyakinkan mengawal ini sukses sampai dengan akhir dan mengawali pemerintahan lima tahun ke depan dengan baik," ujar AHY.


Akan tetapi, pernyataan AHY saat ini bertolak belakang dari tahun lalu. Ketika itu mantan perwira TNI Angkatan Darat tersebut lantang mengkritik program lumbung pangan (food estate) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.

Saat itu AHY dalam pidato politik dibacakan pada 14 Maret 2023 menilai program lumbung pangan tidak tepat dan dikritik oleh kalangan akademisi pertanian dan aktivis lingkungan.

Dia mengatakan, program itu terlampau mengandalkan ekstensifikasi lahan saja, serta mengabaikan faktor ekologi dan sosial.

Baca juga: KPK Akan Surati AHY, Minta Lapor LHKPN sebagai Menteri ATR/BPN

"Kedaulatan pangan seharusnya berorientasi pada pemberdayaan dan pelibatan masyarakat, serta mengindahkan aspek keseimbangan lingkungan, keberlanjutan dan tradisi masyarakat lokal," kata AHY dalam pidato politiknya di lapangan tenis indoor, Senayan, Jakarta, pada saat itu.

AHY bahkan menyatakan kebijakan itu tidak sejalan dengan prinsip ekonomi Partai Demokrat, yaitu pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan tetap menjaga keseimbangan alam.

Pada kesempatan yang sama, AHY juga mengkritik Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja yang dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai produk yang inkonstitusional. Akan tetapi, pemerintah memutuskan menerbitkan Perppu supaya UU Cipta Kerja tetap bisa berjalan.

Menurut AHY, Partai Demokrat menolak pengesahan UU Cipta Kerja dengan berbagai alasan. Yakni kurang berpihak kepada tenaga kerja dan proses pembuatannya dilakukan tergesa-gesa.

Baca juga: Tugas AHY: Daftarkan Sisa 8 Juta Bidang Tanah

Halaman:


Terkini Lainnya

9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com