Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P Ancam Caleg Terpilih Tak Dilantik, Formappi: Nuansa Sistem Proporsional Tertutup

Kompas.com - 19/02/2024, 15:39 WIB
Ardito Ramadhan,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Kebijakan PDI-P yang mengancam calon anggota legislatif (caleg) tidak dilantik jadi anggota dewan bila perolehan suaranya tidak linier dengan pasangan calon nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dinilai bernuansa sistem proporsional tertutup.

Peneliti Forum Masyarakat Pedulu Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, kebijakan itu tidak sesuai dengan sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini.

"Nuansa yang ditunjukkan oleh surat itu adalah nuansa sistem tertutup, di mana parpol memegang kendali atas penentuan caleg terpilih. Jadi enggak nyambung aja dengan sistem proporsional terbuka," kata Lucius kepada Kompas.com, Senin (19/2/2024).

Baca juga: Suara Ganjar Melorot di Bawah Suara PDI-P, Aria Bima: Bisa Bikin Saya Tidak Dilantik

Lucius menjelaskan, dengan sistem proporsional terbuka, caleg yang terpilih dan dilantik sebagai anggota dewan adalah caleg yang meraih dukungan terbanyak dari pemilih.

"Enggak ada kuasa parpol yang bisa menghentikan langkah calon peraih suara terbanyak yang partainya memenuhi ambang batas 4 persen untuk dilantik," ujar dia.

Lucius juga menyebutkan bahwa partai politik tidak bisa seenaknya membatalkan caleg yang terpilih karena Undang-Undang Pemilu mengatur hanya ada 4 hal yang memungkinkan itu.

Syarat tersebut adalah bila yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri, tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota dewan, serta terbukti melakukan tindak pidana pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

"Parpol hanya punya kuasa mutlak pada saat penentuan caleg saat pendaftaran, selebihnya pemilih lah yang berkuasa menentukan siapa dari caleg yang diusung parpol yang layak duduk di kursi parlemen," kata Lucius.

Baca juga: Formappi Anggap Aneh PDI-P Ancam Caleg Tak Dilantik karena Suara Ganjar-Mahfud Melorot

Sebelumnya, beredar surat insturksi dari DPP PDI-P kepada caleg DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota se-Indonesia untuk memenangkan PDI-P dan pasangan Ganjar-Mahfud dari tingkat TPS hingga provinsi.

Dalam surat itu, DPP menginstruksikan agar suara yang diperoleh Ganjar-Mahfud harus linier dengan para caleg, bahkan lebih besar.

Bagi caleg yang perolehan suaranya tidak linier, DPP PDI-P akan mempertimbangkan caleg tersebut tidak akan dilantik sebagai anggota dewan terpilih.

Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud Bentuk Tim Hukum Khusus Kecurangan Pemilu, Dipimpin Todung Mulya Lubis

Politikus PDI-P Aria Bima tidak membantah akan keberadaan surat tersebut. Ia pun mengakui bahwa dirinya terancam tak dilantik karena perolehan suara Ganjar-Mahfud tidak lebih besar dibandingkan PDI-P di daerah pemilihannya.

Menurut Aria Bima, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menginstruksikan agar suara Pilpres sebanding atau lebih tinggi dibandingkan suara Pileg.

"Ya masalah kan? Kenapa sekarang suara Pileg lebih tinggi daripada suara Pilpres. Kenapa? Nah itu pertanyaan yang harus dijawab oleh semua kader, termasuk saya yang ada di (dapil) Solo, karena itu instruksi partai yang bisa membuat saya tidak dilantik," kata Aria ditemui di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jalan Cemara, Jakarta Pusat, Jumat (16/2/2024).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com