JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengatakan, Indonesia belum mempunyai aturan soal transparansi aliran dana lembaga survei.
Hal itu diungkapkan Ubedilah dalam diskusi bertajuk “Anomali Hasil Survei dan Penyalahgunaan Kekuasaan dalam Pemilu 2024" secara daring, Selasa (13/2/2024).
Ubedilah mengatakan, ada anomali dari hasil lembaga-lembaga survei belakangan ini.
“Karena memang kita belum punya semacam kode etik atau aturan yang mengatur lembaga survei ini. Setahu saya belum ada aturannya,” kata Ubedilah.
“Hanya diatur secara prosedural, misalnya kalau bahas survei ada di Undang-Undang Pemilu lalu daftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU), hanya itu,” ujarnya lagi.
Baca juga: KPU: 81 Lembaga Survei Terdaftar untuk Pemilu 2024
Ubedilah mengatakan, belum ada aturan mengenai pihak yang mendanai lembaga survei.
“Tetapi tidak mengatur detail apakah lembaga survei yang menjadi konsultan pasangan capres-cawapres (calon presiden-calon wakil presiden) itu boleh mempublikasikan hasilnya,” kata Ubedilah.
Dia mencontohkan, lembaga-lembaga survei di Amerika Serikat (AS) yang telah memiliki aturan soal pendanaan tersebut.
“Uangnya dari mana? Jadi itu yang saya sebut tidak ada aturan detail tentang lembaga survei ini,” kata Ubedilah.
Oleh karenanya, Ubedilah mengusulkan adanya aturan mengenai transparansi aliran dana lembaga survei bisa dimasukkan ke UU Pemilu atau Peraturan KPU.
Baca juga: Gibran: Survei Tinggi Tidak Ada Artinya kalau Banyak yang Golput
“Lembaga survei yang menjadi konsultan itu dilarang untuk mempublikasikan hasil surveinya. Dia hanya boleh digunakan oleh kliennya. Itu lebih fair,” ujar Ubedilah.
“Lembaga survei yang mau mempublikasikan, dia harus mengumumkan sumber dananya. Saya setuju itu, termasuk pajaknya. Karena dia menggunakan uang yang cukup besar, itu memerlukan pajak,” katanya lagi.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan, penting juga dimunculkan soal pertanyaan-pertanyaan atau kuesioner dalam survei.
“Untuk memetakan responden ini telah menerima progam politik dalam bentuk sembako, bansos (bantuan sosial), dan segala macam atau tidak. Karena ini prakondisi,” kata Julius.
Baca juga: Mahfud Yakin Survei-survei Elektabilitas Saat Ini Bakal Meleset
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.