JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei yang dilaksanakan Indikator Politik Indonesia pada 28 Januari-4 Februari 2024 menunjukkan bahwa mayoritas publik menganggap praktik demokrasi di Indonesia baik-baik saja.
Sebagai informasi, kritik para akademisi terus bergulir hingga saat ini, usai sejumlah akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) membacakan petisinya pada 31 Januari lalu.
"Ini democratic satisfaction, berkaitan dengan bagaimana persepsi publik terhadap mekanisme demokrasi bekerja. Jadi overall ada 70,7 persen yang mengatakan kinerja demokrasi sangat baik atau baik," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, Jumat (9/2/2024).
Baca juga: Survei Indikator: Tren Elektabilitas PDI-P Masih Turun, Gerindra Naik
Menurut hasil survei, ada 3,7 persen responden menganggap praktik demokrasi sangat baik dan 67 persen menilai baik, sedangkan ada 23,5 persen menjawab sedang.
Sementara itu, 3 persen responden mengatakan kondisi demokrasi buruk, 2,9 persen sangat buruk, serta 3,2 persen responden menayatakan tidak tahu atau tidak jawab.
Menurut Burhanuddin, hasil survei di atas menarik karena kelompok masyarakat sipil dan kalangan intelektual menganggap ada masalah dalam penerapan demokrasi di Indonesia saat ini.
Namun pada saat yang sama, masyarakat umum justru merasa bahwa kondisi demokrasi di Indonesia baik.
"Ternyata concern itu tidak terlalu dirasakan oleh masyarakat secara umum, masyarakat secara umum merasa demokrasi baik-baik saja," kata Burhanuddin.
Burhanuddin mengatakan, temuan itu tidak mengagetkan karena masyarakat Indonesia kerap melihat kinerja demokrasi dari aspek ekonomi.
Artinya, publik memberi persepsi positif terhadap demokrasi ketika ekonomi mereka membaik.
Sementara, kalangan intelektual dan masyarakat sipil lebih menyoroti aspek kebebasan sipil dalam menilai situasi demokrasi.
Baca juga: Survei Indikator: Elektabilitas PDI-P dan Gerindra Teratas
"Concern seperti itu tidak terlalu banyak dirasakan oleh masyarakat bawah, masyarakat bawah tenyata lebih melihat aspek ekonominya ketimbang demokrasi. Jadi, buat mereka secara umum inflasi lebih penting ketimbang demokrasi dalam artian kebebasan sipil," kata Burhanuddin.
Diketahui, sedikitnya perwakilan sivitas akademika dari sembilan kampus di Indonesia ramai-ramai mengkritisi demokrasi era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), sejak Rabu (31/1/2024) hingga Sabtu (3/2/24).
Sikap pernyataan ini dimulai dari sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 31 Januari 2024, disusul Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Indonesia (UI), dan diikuti beberapa kampus lainnya.
Adapun survei ini dilakukan terhadap total 5.500 orang responden pemilik hak pilih pada Pemilu 2024 yang diambil menggunakan multistage random sampling.
Jumlah responden itu terdiri dari 1.200 orang yang berasal dari seluruh provinsi serta 4.300 orang responden di 18 provinsi yang mendapatkan oversample.
Survei ini memiliki margin of error lebih kurang 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan ukuran sampel basis 1.200 responden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.