JAKARTA, KOMPAS.com - Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo enggan berkomentar soal keabsahan pencalonan Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden, setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinyatakan melanggar etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Ganjar menyerahkan nasib pencalonan Gibran kepada KPU untuk menindaklanjuti putusan tersebut.
"Ya nanti kita tunggu tindak lanjut dari KPU ya," kata Ganjar di Bekasi, Senin (5/2/2024).
Politikus PDI-P mengaku terkejut ketika tahu DKPP menyatakan KPU melanggar etik terkait pencalonan Gibran.
Menurut Ganjar, putusan itu mesti menjadi pembelajaran bagi semua pihak.
Baca juga: DKPP: Putusan Etik soal KPU Tak Pengaruhi Pencalonan Gibran
"Maka dalam closing statement saya tadi malam ya demokrasi mesti melaksanakan dengan baik-baik, tidak boleh ada yang mengangkangi demokrasi, prosesnya berjalan dengan baik," kata dia.
Mantan gubernur Jawa Tengah ini pun menilai wajar apabila banyak akademisi serta tokoh agama, tokoh masyarakat, dan kelompok masyarakat sipil yang menyuarakan keprihatinan atas apa yang terjadi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Ini alert untuk demokrasi kita, hati-hati yah peluit sudah ditiupkan oleh rakyat. Kalau kita tidak bisa memperbaiki hari ini, maka selebihnya kepercayaan itu akan hilang," ujar Ganjar.
Diberitakan sebelumnya, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Senin (5/2/2024).
Hasyim dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta.
Selain itu, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner KPU, yakni August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holik.
Baca juga: DKPP Ungkap KPU Tak Segera Ubah PKPU Terkait Pencalonan Gibran
Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023.
Ini diperlukan agar Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 selaku aturan teknis pilpres bisa segera direvisi akibat dampak putusan MK.
"Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata Wiarsa.
Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses.
Akan tetapi, kata Wiarsa, alasan dari KPU terkait keterlambatan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah setelah putusan MK tidak tepat.
"DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan Ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib," ujar Wiarsa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.