JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, merespons petisi dan pernyataan sikap dari para sivitas akademika yang menyampaikan kritik untuk Presiden Joko Widodo.
Menurut Ari, kritik merupakan vitamin untuk melakukan perbaikan.
"Dalam negara demokrasi, kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seruan, petisi, maupun kritik harus dihormati. Kemarin, Bapak Presiden juga telah menegaskan freedom of speech adalah hak demokrasi," ujar Ari dalam keterangannya pada Jumat (2/2/2024).
"Kritik adalah vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi di negara kita," lanjutnya.
Baca juga: Di Depan Jokowi, Yaqut Sebut Addin Jauharudin Akan Jadi Ketum GP Ansor Selanjutnya
Selain itu, kata Ari, perbedaan pendapat, perspektif, dan pilihan politik adalah sesuatu yang sangat wajar dalam demokrasi.
Terlebih lagi, di tahun politik menjelang pemilihan umum (pemilu) pertarungan opini pasti terjadi.
"Akhir-akhir ini, terlihat ada upaya yang sengaja meng-orkestrasi narasi politik tertentu untuk kepentingan elektoral. Strategi politik partisan seperti itu juga sah-sah saja dalam ruang kontestasi politik," jelas Ari.
"Namun ada baiknya, kontestasi politik, termasuk dalam pertarungan opini, dibangun dalam kultur dialog yang substantif dan perdebatan yang sehat," lanjutnya.
Ari menambahkan, Presiden Jokowi tetap berkomitmen untuk melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi sesuai nilai-nilai Pancasila dan koridor konstitusi.
Diberitakan sebelumnya, sivitas akademika UGM yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa, serta alumni menyampaikan petisi Bulaksumur.
Petisi tersebut dibacakan oleh Prof Koentjoro sebagai perwakilan sivitas akademika UGM di Balairung UGM, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (31/1/2024).
Mereka merasa prihatin dengan tindakan sejumlah penyelenggara negara di berbagai lini, dan dinilai menyimpang dari prinsip-prinsip moral, demokrasi, kerakyatan, serta keadilan sosial.
Baca juga: Ramai Petisi Kampus Kritisi Jokowi, Puan: Biar Rakyat yang Menilai
“Kami menyesali tindakan-tindakan menyimpang yang baru saja terjadi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada (UGM),” ujar Prof Koentjoro membacakan petisi.
“Pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan, dan pernyataan kontradiktif Presiden Jokowi tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi,” lanjut guru besar psikologi UGM itu.
Dalam petisi tersebut juga mengingatkan Presiden Jokowi agar mengingat dan berpegang teguh pada jati diri UGM yaitu menjunjung tinggi nilai Pancasila serta memperkuat demokratisasi.
Baca juga: Sivitas Akademika UGM dan UII Sampaikan Petisi Kritikan, Jokowi: Itu Hak Demokrasi, Silakan