Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bicara Demokrasi, Andi Widjajanto: Ada Kekhawatiran Pukul Mundur seperti 1997-1998

Kompas.com - 29/01/2024, 12:58 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Politik 5.0 Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Andi Widjajanto menyebut bahwa Pemilu 2024 berbeda dengan Pemilu 2014 dan 2019 karena negara seolah meninggalkan demokrasi.

Menurut dia, demokrasi saat ini bahkan seperti mundur ke belakang pada era pemerintahan Orde Baru, tepatnya 1997 dan 1998.

"Karena di Pemilu 2024 ini kita berpisah dengan kata demokrasi. Ketika kata demokrasi, tidak lagi kita lihat dengan optimisme ke depan, tapi kita lihat akan kekhawatiran, pukul mundur seperti tahun 97/98," kata Andi dalam acara Ganjarian Spartan Swiss yang digelar secara daring, Minggu (28/1/2024) malam.

Baca juga: Bandingkan Jokowi dan Obama, Andi Widjajanto: Kalau di Indonesia, Obama-nya Malah Dukung Trump

Andi juga menyebut, Pemilu 2024 ini unik karena banyak terminologi baru dalam politik Indonesia.

Ia pun merujuk pada kejadian di Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya membuat publik mengkritik eks Ketua MK Anwar Usman.

Adapun Anwar Usman melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Atas hal itu, Anwar dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK. Anwar merupakan paman dari putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka yang saat itu digadang bakal maju menjadi cawapres dari Prabowo Subianto.

"Ketika Mahkamah Konstitusi berubah menjadi Mahkamah Keluarga itu kita lihat, dari awal prosesnya (Pemilu 2024) sudah ada pelanggaran etik. Khususnya politik dinasti. Kata kata paman menjadi terminologi khusus dalam politik Indonesia," ungkap Andi.

Baca juga: Jokowi Minta Debat Tak Banyak Serang Personal, Andi Widjajanto: Contohnya Serangan Prabowo ke Anies

Selain itu, Andi membeberkan perbedaan posisinya dengan Jokowi pada Pemilu 2024.

Diakuinya, pada Pilpres 2014 dan 2019, Andi selalu bersama Jokowi.

"Sebagai orang yang bekerja bersama Pak Jokowi sejak Pilpres 2014 dan 2019, selalu mengatakan, titik beda saya antara Pak Jokowi dan saya hari ini di 2024, adalah komitmen untuk demokrasi. Itu suatu yang kita perjuangkan susah payah, di reformasi 97/98," ujar mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) ini.


Andi menyampaikan, apa yang disampaikannya tidaklah dirasakan sendirian.

Dia mengatakan, kegelisahan akan mundurnya demokrasi juga dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia jika berkaca pada kejadian di MK.

"Teman-teman di Swiss tadi sudah disampaikan, memantik semangat ketika melakukan di depan di sana. Kami tidak bergerak sendirian, masih banyak simpul-simpul dan juga pembenci kegelisahan yang sama," kata Andi Widjajanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com