Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Segera Putuskan Arsul Sani Boleh Adili Sengketa Pemilu Terkait PPP atau Tidak

Kompas.com - 18/01/2024, 17:58 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera memutuskan apakah hakim konstitusi Arsul Sani dapat ikut mengadili dan memutus perkara sengketa/perselisihan hasil pemilihan umum (pemilu) menyangkut Partai Persatuan Pembangunan (PPP) atau tidak.

Diketahui, sebelum resmi mengucapkan sumpah sebagai hakim konstitusi, Arsul Sani merupakan politikus PPP yang cukup kawakan. Terakhir, ia duduk di Komisi III DPR RI dari fraksi PPP.

"Memang kita kan harus tegak lurus kepada asas-asas kekuasaan kehakiman. Asasnya di situ, kalau ada hubungan yang kemudian menyangkut konflik kepentingan di situ, memang sudah otomatis asasnya harus mengundurkan diri," ujar hakim konstitusi Enny Nurbaningsih kepada wartawan, Kamis (18/1/2024).

"Otomatis paling tidak dipindah panelnya, dia tidak akan menyelesaikan panel yang berkaitan dengan PPP," katanya lagi.

Baca juga: Jadi Hakim MK, Arsul Sani Tegaskan Sudah Mundur dari MPR, PPP, dan Peradi

Namun, menurut Enny, keputusan itu akan diambil dalam rapat permusyawaratan hakim MK melalui rapat kerja yang akan digelar dalam waktu dekat.

Enny mengatakan, MK sudah menyiapkan hal tersebut secara hati-hati.

Dia mengungkapkan, Mahkamah belajar dari persoalan benturan kepentingan yang membuat eks Ketua MK Anwar Usman dicopot dari jabatannya karena terbukti melakukan pelanggaran etika berat.

Menurut Enny, konflik kepentingan itu bisa berupa hubungan sedarah yang memang diatur atau hubungan emosional, meskipun hakim yang bersangkutan telah mengucapkan sumpah sebagai hakim konstitusi untuk bersetia kepada UUD 1945.

"Itu sudah komitmen kami kalau ada kaitan dengan hal-hal yang masih berkaitan dari sisi undang-undang maupun emosionalnya itu menjadi bahan pertimbangannya," ujar Enny.

Baca juga: Ucapkan Sumpah di Hadapan Jokowi, Arsul Sani Sah Jadi Hakim MK

"Sesuai dengan pakta integritas yang sudah kami sepakati, jadi kami memang menghindari sedemikian rupa yang namanya konflik kepentingan sepanjang kemudian tidak sampai kurang dari tujuh (hakim yang mengadili perkara). Minimal kan tujuh," katanya lagi

Sementara itu, dalam beberapa kesempatan, Arsul Sani menyatakan dirinya sudah mundur dari PPP dan firma hukum miliknya.

Dia juga menyatakan ingin untuk tidak terlibat mengadili sengketa pemilu legislatif (pileg) menyangkut PPP.

Namun, Arsul tidak menyatakan keinginan serupa untuk sengketa pemilu presiden (pilpres), meskipun PPP menjadi salah satu partai pengusung calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Arsul beralasan, Ganjar maupun Mahfud bukan kader PPP, dan keterlibatan PPP mengusung Ganjar-Mahfud merupakan hasil dari kewajiban UU Pemilu bahwa partai politik yang ikut pemilu sebelumnya harus ikut mengusung salah satu capres-cawapres pada pemilu berikutnya.

Baca juga: Jadi Hakim MK, Arsul Sani Pasrah jika Tak Diizinkan Tangani Sengketa Pilpres

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com