JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain. Demikian bunyi Pasal 280 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Tak hanya melarang tindakan penghinaan, UU Pemilu juga melarang peserta pemilu dan tim kampanye menghasut dan mengadu domba, atau mengganggu ketertiban umum. Kekerasan juga dilarang selama masa kampanye.
Sedikitnya, ada 10 larangan dalam kampanye pemilu yang diatur Pasal 280 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017. Perinciannya yakni:
Baca juga: Kesalnya Prabowo ke Anies soal Lahan 340.000 Hektar, Bela Diri sampai Mengumpat
Menurut UU Pemilu, pihak yang melanggar larangan tersebut dapat dikenai pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda hingga puluhan juta rupiah.
“Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta,” bunyi Pasal 521 UU Pemilu.
Belakangan, diskursus soal larangan dalam kampanye ini ramai diperbincangkan menyusul aksi calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto, yang mengumpat di hadapan para relawannya ketika membicarakan capres pesaingnya.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai, umpatan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pidana pemilu. Sebab, Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu memuat larangan penghinaan terhadap sesama peserta pemilu.
"Tentang menghina ya? Bisa dijerat," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja saat ditemui di kantor Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (10/1/2024).
Baca juga: Prabowo Mengumpat Usai Anies Singgung Lahan 340.000 Hektar
Meski demikian, Bagja mengaku belum menerima laporan dari panitia pengawas pemilu (panwaslu) mengenai temuan dugaan pelanggaran pidato Prabowo.
Bawaslu berjanji bakal memeriksa kasus ini seandainya ada laporan masuk. Katanya, Bawaslu akan meminta pendapat ahli bahasa untuk menganalisis umpatan Menteri Pertahanan itu.
"Ya, jika ada laporan, kan. Panwas lapangan belum ada laporan ke kami," ujar Bagja.
Ditanya apakah Prabowo dapat dinyatakan bersalah karena umpatannya tak menyebut spesifik menyebut sosok yang dimaksud, Bagja menjelaskan bahwa itu merupakan materi pemeriksaan.
"Nanti kita lihat dulu, konteksnya apa, dan menyasar siapa. Kalau sanksi itu harus tegas menyasar siapa. Pemeriksaan itu harus tegas menyasar siapa dan itu bagian yang tidak bisa lepas. Kita akan lihat prosesnya," kata dia.
Umpatan Prabowo sendiri bermula dari rasa kesalnya karena kepemilikannya atas lahan ratusan ribu hektare disinggung dalam debat ketiga pemilu presiden (pilpres), Minggu (7/1/2024).
Perihal lahan tersebut sebelumnya diungkit oleh capres nomor urut 1, Anies Baswedan. Dalam debat, Anies mengatakan, Prabowo memiliki lahan seluas 340.000 hektare.