Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rafi Aufa Mawardi
Peneliti

Peneliti sekaligus mahasiswa S2 Sosiologi yang memiliki peminatan pada isu sosial, politik, dan pendidikan

Fenomena "Nangisin Capres" dan Hegemoni Algoritma Digital

Kompas.com - 10/01/2024, 17:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DEBAT Capres dan Cawapres menuju Pemilu 2024, menyisakan beberapa fenomena menarik yang teramplifikasi di ruang media sosial.

Salah satu yang menarik dan mencuri perhatian adalah tren “Nangisin Capres” yang cukup viral di platform TikTok.

Secara kontekstual, tren “Nangisin Capres” merupakan reaksi dari para warganet yang sedih dan menangis karena Capres pilihannya mengalami kekalahan dalam debat Pilpres 2024.

Tren tersebut dimanifestasikan dalam bentuk video yang memperlihatkan raut muka sedih dan mata sembab akibat mengeluarkan air mata.

Bahkan, tren ini mendapatkan atensi dari warganet di TikTok yang cukup besar dengan lebih dari jutaan views dan ratusan ribu like dan comment.

Namun, tidak sedikit, di ruang digital lain – seperti X (Twitter) dan Instagram – yang menganggap bahwa tren “Nangisin Capres” cenderung berlebihan dan bersifat kontraproduktif bagi demokrasi maupun politik elektoral.

Atas dasar ini, penulis ingin menganalisis tren “Nangisin Capres” dalam perspektif sosiologi politik untuk dapat melihat kontekstualisasi isu, substansi, dan paradigma pemilih yang didominasi oleh anak muda.

Reaksi publik

Menilik ke belakang, tren “Nangisin Capres” sudah mulai bermunculan di platform TikTok sejak debat Capres yang ke-1 pada 12 Desember 2023. Dalam debat tersebut, terlihat secara objektif bahwa Capres nomor dua Prabowo Subianto tidak tampil secara maksimal.

Kemudian, tren ini kembali melambung ketika Prabowo dinilai tampil buruk dalam debat Pilpres ke-3 (7/1). Bahkan, dalam debat tersebut, capres nomor satu Anies Baswedan dan Capres nomor tiga Ganjar Pranowo tampak berhasil memojokkan Prabowo dalam berbagai isu maupun topik substansial.

Secara kritis, fenomena ini menggambarkan bagaimana ikatan antara Capres dan konstituennya bukan didasarkan pada basis rasionalitas dan substansi, namun lebih mengarah pada afeksi dan emosional.

Karena hal ini, maka ada perasaan dari pemilih yang akan reaktif apabila Capres pilihannya mengalami keadaan yang problematis. Terutama, keadaan tersebut dilahirkan oleh adanya diferensiasi ide, perspektif, dan paradigma dari Capres lain.

Padahal, jika dilihat secara holistik, perdebatan yang terjadi berorientasi pada kritik gagasan, narasi, maupun program yang dibawa oleh setiap Capres. Jadi, tidak mengarah pada perdebatan irasional yang bersifat personal dan partikularistik.

Walaupun begitu, publik dan konstituen politik dari setiap Capres maupun Cawapres memiliki preferensi yang sangat subjektif dan personal.

Oleh karena itu, tren “Nangisin Capres” adalah implikasi logis dari preferensi politik yang didasarkan pada basis afektif atau perasaan.

Hegemoni algoritma digital

Dalam Pemilu 2024, anak muda mendapatkan posisi yang sentral dan eksponensial untuk menentukan peta elektoral. Bahkan, menurut KPU, ada 52 persen pemilih muda yang berusia 17 tahun hingga 40 tahun.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com