PRESIDEN Jokowi mengungkapkan nada kekecewaannya atas performa debat calon presiden ketiga pada 7 Januari 2024 lalu.
Menurut dia, debat itu kurang memberikan edukasi kepada penonton dan menyebabkan banyak masyarakat yang kecewa.
Penulis termasuk masyarakat dalam kategori tersebut ketika menyimak 120 menit pertunjukan calon orang nomor satu Indonesia itu.
Setidaknya kekecewaan ini berangkat sebab, produk legislasi nasional telah memberi garis besar ideal apa yang sepantasnya dibicarakan dalam perdebatan.
Pasal 277 ayat (5) UU Pemilu menandaskan bahwa: “Materi debat Pasangan Calon adalah visi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
Sementara praktik yang terjadi dalam perdebatan justru acap kali menyeleweng dari substansi utama tersebut. Hal yang menggeletik adalah dilakukannya “praktik menyerang personal” (ad hominem) di luar substansi perdebatan yang amat mencolok dalam perdebatan.
Hal yang menjadi tidak penting untuk digugu dan ditiru oleh masyarakat Indonesia dalam pertarungan kepentingan.
Praktik ini setidaknya merupakan cara degradatif apabila diperbandingkan dengan debat calon presiden pada 2014 dan 2019, yang masih mengedepankan eufemisme (kesopanan).
“Televised election debates have since become a feature of most constitutional democracies” -Stephen Coleman (1999).
Kita perlu menarik jauh, bahwa debat calon presiden setidaknya memiliki irisan dengan konsep demokrasi-presidensil. Dalam sistem presidensil di mana presiden dipilih oleh rakyat secara langsung, ia harus dihasratkan sebagai sosok terbaik untuk dipilih.
Baik diukur melalui garis ideologi, kecakapan memimpin, juga melalui gagasan-gagasan ideal yang diterangkan dalam perdebatan.
Itulah yang tidak terjadi dengan sistem-sistem lain. Pada negara monarki, para calon raja tidak perlu berdebat, melainkan kekuasaannya langsung diwariskan.
Pada sistem parlementer, perdana menteri tinggal dipilih parlemen tanpa harus unjuk gigi dalam debat publik yang disimak seluruh rakyat.
Amerika Serikat sebagai pencetus sistem presidensil telah mempraktikkan debat presiden publik yang disiarkan secara nasional (televised presidential debate) pertama kali pada September 1960.
Itu terjadi dalam kontestasi Kennedy Vs Nixon pada empat rangkaian debat yang juga menjadi lanskap budaya politik modern yang dijalankan atas kesepakatan dua belah pihak, bukan atas kewajiban aturan tertentu.