Salin Artikel

"Argumentum Ad Hominem" Debat Capres

Menurut dia, debat itu kurang memberikan edukasi kepada penonton dan menyebabkan banyak masyarakat yang kecewa.

Penulis termasuk masyarakat dalam kategori tersebut ketika menyimak 120 menit pertunjukan calon orang nomor satu Indonesia itu.

Setidaknya kekecewaan ini berangkat sebab, produk legislasi nasional telah memberi garis besar ideal apa yang sepantasnya dibicarakan dalam perdebatan.

Pasal 277 ayat (5) UU Pemilu menandaskan bahwa: “Materi debat Pasangan Calon adalah visi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”

Sementara praktik yang terjadi dalam perdebatan justru acap kali menyeleweng dari substansi utama tersebut. Hal yang menggeletik adalah dilakukannya “praktik menyerang personal” (ad hominem) di luar substansi perdebatan yang amat mencolok dalam perdebatan.

Hal yang menjadi tidak penting untuk digugu dan ditiru oleh masyarakat Indonesia dalam pertarungan kepentingan.

Praktik ini setidaknya merupakan cara degradatif apabila diperbandingkan dengan debat calon presiden pada 2014 dan 2019, yang masih mengedepankan eufemisme (kesopanan).

Debat dan demokrasi

“Televised election debates have since become a feature of most constitutional democracies” -Stephen Coleman (1999).

Kita perlu menarik jauh, bahwa debat calon presiden setidaknya memiliki irisan dengan konsep demokrasi-presidensil. Dalam sistem presidensil di mana presiden dipilih oleh rakyat secara langsung, ia harus dihasratkan sebagai sosok terbaik untuk dipilih.

Baik diukur melalui garis ideologi, kecakapan memimpin, juga melalui gagasan-gagasan ideal yang diterangkan dalam perdebatan.

Itulah yang tidak terjadi dengan sistem-sistem lain. Pada negara monarki, para calon raja tidak perlu berdebat, melainkan kekuasaannya langsung diwariskan.

Pada sistem parlementer, perdana menteri tinggal dipilih parlemen tanpa harus unjuk gigi dalam debat publik yang disimak seluruh rakyat.

Amerika Serikat sebagai pencetus sistem presidensil telah mempraktikkan debat presiden publik yang disiarkan secara nasional (televised presidential debate) pertama kali pada September 1960.

Itu terjadi dalam kontestasi Kennedy Vs Nixon pada empat rangkaian debat yang juga menjadi lanskap budaya politik modern yang dijalankan atas kesepakatan dua belah pihak, bukan atas kewajiban aturan tertentu.

Pentingnya debat ini dalam kehidupan demokrasi agaknya mencerminkan politik gagasan yang saling beradu untuk menjaring yang terbaik di antara keduanya.

Pada sisi lain, sebagai ajang pertunjukkan sepantasnya menghadirkan wajah yang teduh dan penuh nuansa moralitas.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Haedar Nashir (2022) terkait kualitas pemimpin negara bahwa ”martabat pemimpin bukan terletak pada kedigdayaan kekuasaan, tetapi menyangkut kekuatan rohani dan moral kepemimpinan.”

Logical Fallacy dan etika

Salah satu kesesatan berpikir (logical fallacy) adalah dengan argumentasi yang menyerang individu. Setidaknya itu yang disebut sebagai argumentum ad hominem.

Bagaimana praktiknya dapat kita simak dengan beberapa dialog dalam debat capres yang tidak substantif, melainkan melebar kepada mengulik persoalan individu daripada materi yang semestinya disampaikan.

Praktik tersebut adalah kampanye yang tidak beretika. Setidaknya penulis memiliki dua alasan: Pertama, secara formal (praktik debat) bahwa dalam perdebatan dipertontonkan kesesatan berpikir yang disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Bahwa imbas pempraktikkan model-model pertarungan gagasan seperti itu akan meluas dan mengkhawatirkan.

Dimensi ini juga perlu dipahami dalam kehidupan berdemokrasi, bahwa debat sebagai salah satu perangkat kampanye pemilu mempunyai tujuan yang sama sebagaimana digariskan oleh Pasal 267 UU Pemilu, “Kampanye Pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggung jawab”.

Menjadi sangat disayangkan ketika perdebatan itu memberikan edukasi dan percontohan yang tidak semestinya demi meraih keuntungan dan hasrat populisme.

Kedua, secara materil (substansi debat) bahwa gagasan dalam perdebatan yang seharusnya mendominasi justru kalah mencolok dengan substansi-substansi yang melenceng.

Kita perlu mengukur ke-etis-an ini dengan mempertimbangkan bahwa debat calon merupakan satu-satunya model kampanye yang dibiayai “oleh uang rakyat” (melalui APBN) sebagaimana diatur dalam Pasal 451 UU Pemilu.

Sementara tidak tepat jika kesempatan berbicara yang hanya sedikit itu justru tidak memaparkan secara maksimal visi-misi, program, dan materi debat yang sudah dihantarkan di awal tulisan.

Tidak semua masyarakat suka membaca naskah visi-misi yang menumpuk, sementara lebih tertarik menyimak perdebatan.

Penilaian ke-etis-an tersebut diukur dari esensinya. Bukan hanya benar dan salah, tetapi juga baik dan buruk (Jimly, 2017).

Debat yang penuh etika adalah mempertimbangkan kebaikan dan idealitasnya, tidak hanya tampil untuk menang atau lebih dari yang lain.

Melihat perkembangan demokrasi modern sebagai kontes dan partisipasi (Schumpter, 1947), maka siapa calon yang tidak ingin tampil lebih baik dan meraup partisipasi melalui pemilih yang lebih maksimal? Itulah yang kemudian menjadi dilema dari idealitas dan perdebatan calon yang beretika.

Demi hasrat berkuasa, Capres tentu berat mempertimbangkan populisme dan penilaian masyarakat atasnya.

Untuk itu kemudian, perangkat debat yang seharusnya menampilkan keampuhan gagasan atas kritik justru menampilkan keampuhan untuk membredel personifikasi lawan yang tergagap-gagap membangun gagasannya sehingga citra dirinya tampak lebih baik.

Dilema atas citra diri ini juga berangkat dari aturan yang memperbolehkannya untuk ditampilkan dalam kampanye debat.

Kita bisa melihat bahwa secara sistematis debat diartikan sebagai salah satu metode kampanye dalam pemilu.

Sementara kampanye secara definitif dalam UU Pemilu diartikan sebagai ”.. kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu”.

Bahkan itu dipertajam dalam regulasi debat putaran kedua yang bertujuan menajamkan visi, misi, citra diri, dan program masing-masing Pasangan Calon [ Pasal 68 ayat (1) UU Pemilu].
Itu yang tidak bisa dilepaskan.

Hasrat citra diri justru muncul dengan pertama kalinya debat publik itu dipraktikkan di Amerika. Saat Kennedy melawan Nixon, ia (yang lebih muda) mengenakan pakaian menawan dan paras yang rupawan apabila dibandingkan dengan Nixon yang dikatakan seperti orang mati sebab masih mengalami sakit yang lebih kaku di kamera.

Itulah yang kemudian menjadi memori lain yang diingat seputar debat presiden di televisi pertama; yaitu soal citra diri yang dikatakan melebihi substansi. Soal bagaimana Kennedy menang karena ia tampak lebih menarik daripada Nixon.

Namun kita perlu meletakkan soal itu dalam kotak perbincangan politik yang lain. Citra diri perlu diakui merupakan komoditas yang penting untuk dicapai.

Namun mencapai citra diri yang lebih baik dari lawan tidak perlu sampai menguliti personal di momen yang tidak tepat.

Bahkan dicatat, Kennedy dan Nixon justru menyikapi masing-masing dengan akrab. Dalam debatnya, Nixon mencoba menemukan persamaan ide dengan Kenedy dalam kalimat pembuka.

Bahkan Chris Matthews (2011) mencatat “Kennedy dan Nixon berbagi tidur dalam mobil Capital Limited saat kembali ke D.C.”

Kita perlu menutup tulisan ini dengan pelajaran dalam konsep retorika Aristoteles bahwa unsur yang harus dipenuhi dalam beretorika (berdebat dalam konteks ini) adalah Logos (logika), Patos (Emosi), juga yang penting pada konteks ini adalah Etos (etika).

Argumentum Ad Hominem dalam debat capres kemarin adalah bentuk logika yang salah, praktik yang tidak beretika, serta kondisi emosional yang tidak berbudaya.

https://nasional.kompas.com/read/2024/01/09/15281931/argumentum-ad-hominem-debat-capres

Terkini Lainnya

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke