Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Firli Bahuri Disebut Bertemu Syahrul Yasin Limpo Tanpa Sepengetahuan Pimpinan KPK Lain

Kompas.com - 27/12/2023, 13:59 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan menjatuhkan sanksi etik berat terhadap Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri, dalam kasus eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

Menurut Dewas, Firli berkomunikasi dengan Syahrul ketika kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) bergulir di KPK.

“Melakukan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan Syahrul Yasin Limpo yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam sidang di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/12/2023).

Dewas menyatakan, pertemuan dan komunikasi antara Firli dengan Syahrul dilakukan tanpa sepengetahuan pimpinan KPK lainnya. Perbuatan Firli ini disebut menimbulkan konflik kepentingan dan tak mencerminkan keteladanan.

Baca juga: Firli Bahuri Dijatuhi Sanksi Berat oleh Dewas KPK, Tak Ada Hal Meringankan

“Diduga menimbulkan benturan kepentingan serta tidak menunjukkan keteladaan dalam tindakan dan perilaku sehari-hari yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, Pasal 4 ayat (1) huruf c, dan Pasal 8 huruf e Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku,” ujar Tumpak.

Dalam pertimbangannya, Dewas menyatakan, tak ada hal yang meringankan hukuman Firli.

Sementara, sejumlah hal yang memberatkan hukuman, di antaranya, Firli tidak mengakui perbuatannya.

Firli juga tidak hadir dalam sidang kode etik dan kode perilaku yang digelar Dewas KPK tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara sah dan patut.

“Terdapat kesan berusaha memperlambat jalannya persidangan,” kata Tumpak.

Hal memberatkan lainnya, Firli tidak menjadi contoh yang baik kepada jajaran KPK. Selain itu, sanksi etik yang sebelumnya pernah dijatuhkan Dewas KPK ke Firli juga jadi hal memberatkan.

“Terperiksa sebagai Ketua LPK merangkap anggota seharusnya menjadi contoh dan teladan dalam mengimplementasikan kode etik dan kode perilaku di KPK, tetapi malah terperiksa melakukan sebaliknya,” ucap Tumpak.

Dewas KPK pun memutuskan menjatuhkan sanksi etik berat ke Firli. Oleh Dewas, Firli dinyatakan wajib mundur sebagai pimpinan KPK.

“Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK,” tutur Tumpak.

Baca juga: Dewas KPK Ungkap SYL Hubungi Firli Bahuri Usai Jadi Tersangka, Mohon Petunjuk dan Bantuan

Untuk diketahui, Dewas KPK mengusut tiga dugaan pelanggaran etik yang diduga dilakukan oleh Firli Bahuri. Pertama, dugaan pertemuan dengan Syahrul Yasin Limpo yang diduga tengah berperkara di KPK.

Kedua, Firli yang dianggap tidak jujur dalam mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Ketiga, gaya hidup mewah Firli Bahuri dengan menyewa rumah di kawasan elite, Jalan Kertanegara Nomor 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pada saat yang sama, Firli Bahuri sudah berstatus sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan pemerasan terhadap SYL terkait penanganan perkara di lingkungan Kementerian Pertanian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com