Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dituntut 4 Tahun Penjara, Haris Azhar: Episode Lanjutan Praktik Represi Negara

Kompas.com - 22/11/2023, 20:47 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendiri Lokataru sekaligus terdakwa kasus pencemaran nama baik, Haris Azhar, menilai tuntutan 4 tahun yang diberikan jaksa penuntut umum (JPU) adalah bentuk praktik represi negara.

Haris Azhar dituntut hukuman maksimal 4 tahun penjara dalam perkara pencemaran nama baik terhadap Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan oleh pengadilan.

"Terus ada tuntutan empat tahun itu menurut saya episode lanjutan dari praktik represi negara terhadap warga yang dibungkus dengan dalil-dalil kutipan soal konsep kebebasan dan konsep hak asasi yang salah," ucap Haris saat ditemui di Universitas Indonesia, Depok, Rabu (22/11/2023).

Baca juga: Ajak Anak Muda Kritis di Pilpres, Haris Azhar: Jangan Sekadar Beli Janji atau Joget-Jogetnya

Lebih lanjut, Haris menekankan bahwa hukuman penjara tidak akan menghentikan suatu kebenaran serta kritik publik.

Haris pun mengakui bahwa tidak ada kebebasan yang absolut.

Di sisi lain, ia mengingatkan agar pejabat negara juga tidak boleh absolut dari kritikan.

"Tetapi juga pejabat negara juga tidak boleh absolut untuk tidak dikritik. Apalagi pejabat negara yang secara nyata mengakui dan terbukti di pengadilan, saya memiliki satu badan usaha, dia adalah pemiliknya yang jelas-jelas menikmati keuntungan," ujarnya.

Baca juga: Saat Haris-Fatia Dituntut Hukuman Penjara Buntut Kasus Lord Luhut...

Dalam kesempatan ini, ia juga mengatakan bahwa pernyataannya dan Koordinator Kontras 2020-2023 Fatia Maulidiyanti tidak salah secara metodologis.

Menurut dia, bukti-bukti di persidangan lemah serta tidak bisa bisa membuktikan dirinya dan Fatia bersalah.

Meski begitu, menurut dia, ada unsur praktik represi dari negara yang membuatnya dan Fatia seolah menjadi bersalah.

"Saya dan Fatia tidak bisa dipidanakan. Tetapi ini kan ada praktik represi lewat pengadilan. Ini ada faktor kekuasaan yang menggunakan institusi pengadilan, membangun opini-opini lewat media seolah olah saya ini dan Fatia berbohong," ujarnya.

"Padahal di persidangan sudah jelas semua ada rujukannya, ada prosesnya, ada konteksnya dan ada buktinya," sambung Haris lagi.

Aktivis HAM ini lantas berharap masih ada hakim yang berani membebaskannya dari tuntutan.

"Kita berharap masih ada kewarasan, masih ada keberanian dari para hakim. Logisnya harusnya dibebaskan," kata Haris.

Baca juga: Bela Ganjar Soal Skor 5 Penegakan Hukum, Puan: Pak Ganjar Pasti Punya Data...

Diketahui, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) pada pekan lalu, Haris Azhar dituntut hukuman maksimal 4 tahun penjara, sedangkan Fatia dituntut 3 tahun 6 bulan kurungan penjara.

Kasus ini bermula saat Haris dan Fatia berbincang dalam podcast di Youtube berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam".

Dalam video tersebut, Haris dan Fatia menyebut Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.

Keberatan dengan tudingan itu, Luhut melaporkan keduanya ke polisi atas perkara pencemaran nama baik. Kasus ini pun bergulir di persidangan.

Dalam tuntutannya, JPU menilai bahwa baik Haris dan Fatia dianggap secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sebagaimana diubah dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com