JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga survei Setara Institute menyatakan, survei terkait elektabilitas calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) semakin tidak masuk akal dalam beberapa hari terakhir.
“Hari-hari ini publik disuguhi hasil survei tentang elektabilitas capres dan cawapres yang semakin tidak masuk akal,” kata Ketua Badan Pengurus Setara Institute Ismail Hasani dalam keterangan tertulis, dikutip pada Rabu (22/11/2023).
Ismail kemudian menyoroti posisi lembaga survei, yang disebutnya juga merangkap sebagai konsultan politik atau juru kampanye yang berlindung di balik kebebasan akademik survei.
“Atau agitator yang ditugasi untuk menggiring opini tentang hal-hal yang dikehendaki oleh pihak yang menugasi,” ujar Ismail.
Baca juga: Daftar 30 Lembaga Survei dan Pemiliknya
Setara Institute juga menyayangkan materi-materi survei yang seharusnya tidak dipromosikan karena bertentangan dengan konstitusi.
Seperti survei jabatan tiga periode pada tahun lalu, survei afirmasi atas politik dinasti yang merusak demokrasi, survei afirmasi putusan Mahkamah Konsitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023, hingga putusan MKMK.
“Di tengah keterbatasan pengetahuan publik atas ‘term-term’ tersebut, pengambilan sampel secara acak, hanya akan menghasilkan afirmasi atas berbagai kehendak-kehendak inkonstitusional, niretika, dan merusak demokrasi,” kata Ismail.
Ditambah lagi, ia menyinggung soal agenda satu putaran pemilihan presiden (Pilpres) 2024 yang disuarakan tim kampanye.
Menurut Ismail, narasi satu putaran adalah bagian injeksi energi bagi tim kampanye dan pendukung.
“Menjadi persoalan serius ketika agitasi itu didukung dengan survei dan publikasi survei, yang sebenarnya adalah mangkampanyekan pasangan capres dan cawapres tertentu,” ujar Ismail.
Setara Institute yang juga sebagai lembaga survei pun mengetuk hati para kolega untuk mengembalikan posisi survei sebagaimana tujuan asal.
“Bukan hanya standar etik yang dipedomani, tetapi juga ada nilai kebajikan yang dipromosikan. Demi keadilan pemilu, Setara Institute juga mendorong netralitas genuine yang didukung oleh sistem, standar operasi, dan penyikapan atas dugaan pelanggaran alat-alat negara secara transparan dan berkeadilan,” kata Ismail.
Baca juga: Sandiaga Jelaskan Dua Sisi Survei: Untuk Mengukur Elektabilitas, Bisa juga Untuk Intimidasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.