Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sanksi Anwar Usman Dinilai Kuatkan Dugaan "Permainan" di Balik Putusan Usia Capres-Cawapres

Kompas.com - 09/11/2023, 12:10 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Sanksi pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dianggap mempertegas keyakinan masyarakat terdapat aroma nepotisme dalam putusan kontroversial terkait syarat batas usia calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres).

Majelis Kehormatan MK (MKMK) menyatakan Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik sebagai hakim konstitusi, penanganan uji materi 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

"Putusan ini mempertegas apa yang menjadi sangkaan banyak pihak. Bahwa penambahan pasal dengan frasa pernah/sedang menjabat di jabatan yang didapatkan melalui pemilu/pilkada adalah putusan yang secara moral tidak dapat dibenarkan," kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti saat dihubungi pada Rabu (8/11/2023).

Menurut Ray, sanksi MKMK terhadap Anwar juga memperlihatkan ternyata putusan uji materi syarat batas usia capres-cawapres sarat konflik kepentingan.

Baca juga: Anwar Usman Merasa Difitnah Usai Langgar Etik, Mahfud: Difitnah oleh Siapa?

"Putusan yang melibatkan konflik kepentingan yang berdasar dinasti atau nepotisme," ujar Ray.

Di sisi lain, Ray menilai sanksi MKMK buat Anwar kurang tegas. Sebab jika melihat dari deretan kesalahannya, maka menurut dia Anwar patut diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya.

Ray khawatir sanksi MKMK itu tidak membuat jera karena dinilai terlampau ringan. Alhasil para pejabat yang melakukan kesalahan seolah menganggap enteng.

Selain itu, Ray menilai sanksi dari MKMK itu menjadi contoh yang kurang baik jika di masa mendatang kembali terdapat hakim konstitusi lain yang melakukan pelanggaran.

"Mestinya, dengan berbagai fakta yang terungkap, maka sanksi pemberhentian tidak dengan hormat dapat diberlakukan, khususnya di lembaga seperti Mahkamah Konstitusi yang nilai etik dan norma jabatannya sejatinya di atas semua lembaga negara yang lain," papar Ray yang juga salah satu deklarator Maklumat Juanda.

Baca juga: Anwar Usman Merasa Difitnah, TPN Ganjar-Mahfud: Rakyat Tak Bisa Dibodohi

Sebagai informasi, Maklumat Juanda dideklarasikan sejumlah tokoh lintas generasi dan profesi sebagai reaksi kekecewaan terhadap putusan kontroversial MK yang mengabulkan sebagian uji materi terkait syarat batas usia capres-cawapres dalam Undang-Undang Pemilu.

MK memutuskan mengabulkan permohonan penurunan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden dari 40 tahun menjadi 35 tahun.


Selain itu, MK juga menambahkan syarat capres-cawapres adalah individu yang pernah atau sedang menduduki jabatan publik atau kepala daerah yakni wali kota, bupati, atau gubernur yang diperoleh melalui pemilihan oleh masyarakat.

Syarat itu menjadi landasan bagi anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka didaftarkan menjadi salah satu bakal cawapres dalam Pilpres 2024.

Dalam putusan MKMK yang dibacakan pada Selasa (7/11/2023) lalu, Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

Baca juga: Anwar Usman yang Menolak Mundur...

Dalam putusannya, MKMK juga memerintahkan Wakil Ketua MK memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 24 jam.

Halaman:


Terkini Lainnya

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com