Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MKMK Didesak Tunda Eksekusi Aturan Kepala Daerah Maju Capres-Cawapres Sebelum 40 Tahun

Kompas.com - 31/10/2023, 10:44 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Denny Indrayana meminta Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menerbitkan putusan provisi dalam mengadili dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Ia berharap, putusan provisi tersebut bisa mengoreksi Putusan 90 yang kadung membuka jalan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming, maju ke Pilpres 2024 walau belum berusia 40 tahun.

Ia menegaskan, Putusan 90 itu merupakan produk manipulasi dan rekayasa untuk kepentingan politik yang "cacat di luar batas toleransi dan jika dibiarkan akan merusak harkat, wibawa, dan kehormatan MK".

Denny berharap, MKMK berani mengambil sikap yang luar biasa, kendati dilematis, karena perkara yang ditangani juga luar biasa.

"Pelapor mengusulkan, Putusan 90 tidak boleh digunakan sebagai dasar maju berkompetisi dalam Pilpres 2024. Perlu ada putusan provisi untuk menunda pelaksanaan dari Putusan 90 yang menabrak nalar dan molar konstitusional tersebut," kata Denny selaku pelapor dalam sidang pemeriksaan MKMK, Selasa (31/10/2023).

Baca juga: Sidang MKMK, Denny Indrayana: Putusan Usia Capres-Cawapres Libatkan Kantor Kepresidenan

Seandainya penundaan eksekusi Putusan 90 itu betul diteken MKMK lewat putusan provisi, otomatis pencalonan Gibran yang bergulir di KPU RI kehilangan dasar hukum karena usianya jadi tidak memenuhi syarat.

"MKMK yang mulia semoga berkenan untuk menyatakan tidak sah Putusan 90 atau paling tidak memerintahkan agar MK melakukan pemeriksaan ulang perkara 90 itu dengan komposisi hakim yang berbeda, tanpa hakim terlapor," tambahnya.

Ia juga berharap, putusan MKMK kelak dapat dilaksanakan meski ada upaya hukum banding.

"Untuk menghindari putusan MKMK tidak dilaksanakan dalam tenggat waktu yang sangat sempit, dan menghindari upaya banding disalahgunakan untuk menunda eksekusi," kata pria yang berdomisili di Australia itu.

Denny menyebutkan bahwa apa yang terjadi dalam penyusunan Putusan 90 itu koruptif, kolutif, dan nepotis, serta dilakukan secara terencana dan terorganisasi.

Apalagi, Denny sudah melaporkan potensi konflik kepentingan dan pelanggaran etik dalam perkara nomor 90 itu, sejak Agustus 2023, dan meminta MKMK segera dibentuk.

Akan tetapi, MK tak kunjung menindaklanjuti laporan itu dan baru membentuk MKMK ketika isu "Mahkamah Keluarga" menjadi polemik.

Baca juga: Mengenal Apa Itu MKMK, Tugas, dan Wewenangnya

Oleh sebab itu, menurut dia, MKMK tak cukup hanya mengadili perkara ini secara etik, walaupun hingga ke titik memecat Ketua MK Anwar Usman secara tidak hormat.

"Putusan 90 terindikasi merupakan hasil kerja dari suatu kejahatan yang terencana dan terogranisir, planned and organized crime, sehingga layak pelapor anggap sebagai megaskandal Mahkamah Keluarga," kata Denny yang terhubung secara daring.

"Megaskandal Mahkamah Keluarga itu melibatkan tiga elemen tertinggi. Satu, orang nomor satu, yaitu the first chief justice Ketua Mahkamah Konstitusi. Dua, untuk kepentingan langsung pihak keluarganya, yaitu the first family, keluarga Presiden RI Joko Widodo dan anaknya Gibran Rakabuming Raka. Ketiga, demi menduduki posisi di lembaga kepresidenan, yaitu the first office, Kantor Kepresidenan RI," ungkapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com