JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Tata Negara, Denny Indrayana menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tidak sah.
Tidak sahnya putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu dinilai karena sarat dengan kecacatan konstitusional yang mendasar.
"Putusan (perkara nomor) 90 mempunyai kecacatan konstitusional yang mendasar, dan karenanya tidak sah," kata Denny dalam siaran pers, Rabu (18/10/2023).
Denny mengatakan, argumentasi hukum yang mendasari putusan "Perkara 90" tidak sah, salah satunya karena hakim, dalam hal ini Ketua MK Anwar Usman, tidak mundur dalam penanganan perkara di mana sang hakim mempunyai benturan kepentingan.
Baca juga: Tak Revisi Aturan, KPU Surati Parpol agar Patuhi Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres
Adapun benturan kepentingan yang dimaksud ialah Anwar Usman merupakan ipar Presiden Joko Widodo dan keluarga dari Gibran Rakabuming Raka yang belakangan digadang-gadang akan menjadi bakal cawapres Prabowo Subianto.
Denny menjelaskan, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman telah mengatur, "seorang hakim... wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa."
"Akibat dari tidak mundurnya hakim yang mempunyai benturan kepentingan tersebut adalah putusan dinyatakan tidak sah," tegas Denny.
Baca juga: Anwar Usman Didesak Mundur dari MK Buntut Putusan Syarat Capres-Cawapres
Selain UU Kekuasaan Kehakiman, kata Denny, hakim konstitusi harus mundur jika ada benturan kepentingan dalam penanganan perkara yang terkait keluarganya juga diatur dalam Peraturan Mahkamah Nomor 9 Tahun 2006, khususnya dalam Prinsip Kedua Ketakberpihakan, butir 5 huruf b, yang berbunyi:
"Hakim konstitusi... harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara... karena alasan-alasan di bawah ini: b. Hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan".
Dengan begitu, keputusan itu dapat disimpulkan bahwa tidak mundurnya seorang hakim konstitusi dari suatu perkara ketika ada benturan kepentingan yang terkait dengan kepentingan langsung keluarganya adalah tidak sah.
"Pandangan dan pendapat saya, jelas dan terang-benderang bahwa penanganan putusan (perkara nomor) 90 seharusnya tidak diperiksa, diadili, apalagi diputus oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, yang merupakan ipar Presiden Joko Widodo dan keluarga dari Gibran Rakabuming Raka," tegas dia.
Baca juga: Gibran Diminta Tak Berambisi Ikut Pilpres meski Lolos Syarat Usai Putusan MK
Selain pelanggaran benturan kepentingan, putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 juga dinilai mempunyai cacat konstitusional lain. Salah satunya terkait legal standing pemohon
"Pemohonnya sebenarnya tidak mempunya legal standing, dan karenanya, permohonan wajarnya dinyatakan tidak diterima, sebagaimana dengan baik dijelaskan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo," pungkasnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Senin. Putusan ini pun mulai berlaku pada Pemilu 14 Februari 2024.
"Sehingga selengkapnya norma a quo berbunyi "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah" lebih lanjut, ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana dimaksud dalam putusan a quo berlaku mulai pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dan seterusnya," kata Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah saat membaca putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin.
Mahkamah berpendapat, pembatasan usia minimal capres-cawapres 40 tahun berpotensi menghalangi anak-anak muda untuk menjadi pemimpin negara.
"Pembatasan usia yang hanya diletakkan pada usia tertentu tanpa dibuka syarat alternatif yang setara merupakan wujud ketidakadilan yang inteloreable dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden," ujar Guntur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.