Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Kabulkan Gugatan, Jokowi Dinilai Ubah Kekuasaan Eksekutif Jadi Kekuasaan Politik

Kompas.com - 17/10/2023, 15:55 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menilai Presiden Joko Widodo telah mengubah kekuasaan eksekutif menjadi kekuasaan politik.

Hal ini disampaikan Ketua Badan Pengurus PBHI Julius Ibrani merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan uji materi batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Menurut Julius, perubahaan kekuasaan tersebut menjadikan kekuasaan yudikatif dan legislatif berada di telapak kakinya dan harus mengutamakan kepentingan eksekutif.

"Terbukti, tidak ada evaluasi dari DPR RI selaku legislatif terhadap kinerja Presiden Jokowi, bahkan kongkalikong mengebiri rakyat lewat kebijakan yang anti-HAM seperti KUHP, UU Omnibus Law Cipta Kerja, UU PSDN (komponen cadangan), dan lainnya yang ditolak di MK," kata Julius dalam siaran pers, Selasa (17/10/2023).

Baca juga: Ketika Hakim Konstitusi Saldi Isra Bertanya, Quo Vadis MK?

Julius menyebut perubahan kekuasaan tersebut telah melahirkan jargon seperti "kalau tidak puas terhadap undang-undang, silakan ajukan ke MK".

Atas dikabulkannya gugatan batas usia capres dan cawapres, Julius menyebut MK kini jatuh pada titik nadir terendah.

Baca juga: Nilai Putusan MK Problematik, Yusril Sarankan Gibran Tak Maju Cawapres

"Konflik kepentingan antara Anwar Usman (Ketua dan hakim MK) selaku adik ipar Presiden Jokowi, Ketua PSI (Kaesang Pangarep), dan Gibran yang namanya disebut dalam permohonan nomor 90 sama sekali tidak digubris apalagi dinyatakan sebagai pelanggaran etik," tegas dia.

Sebelumnya, MK menyatakan mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Gugatan tersebut dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.

Gugatan itu mempersoalkan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden pada pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017.

Baca juga: Ubah Syarat Capres-Cawapres, MK Disebut Promosikan Kejahatan Konstitusional

Pasal tersebut sedianya berbunyi “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”

Dalam pembacaan putusan, Ketua MK Anwar Usman juga menyatakan, bahwa Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

Dengan demikian, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi, “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com