JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah, atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu, bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun bakal mengubah peta politik saat ini.
Putusan itu terkait dengan gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Putusan itu dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Salah satu figur politikus yang disebut-sebut diuntungkan dengan putusan MK itu adalah Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.
Baca juga: Hasto Bakal Bertemu Gibran di Kantor DPP Rabu Besok, Ini yang Akan Dibahas
Anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu dalam sepekan lalu mendominasi pemberitaan karena dianggap layak disandingkan sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres).
Bahkan, di beberapa daerah muncul baliho sampai reklame yang memampang wajah Gibran bersebelahan dengan bakal capres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto.
Padahal, saat ini Gibran merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Partai berlambang banteng bermoncong putih itu sudah mengusung Ganjar Pranowo sebagai bakal capres.
Sebelum putusan MK, peluang Gibran masuk ke dalam bursa Pilpres 2024 masih tertutup karena usianya belum memenuhi persyaratan. Namun, kini setelah putusan itu maka pintu buat Gibran sangat terbuka.
Baca juga: Soal Isu Gibran Cawapres, Anies: Kami Siap Daftar Tanpa Bertanya Siapa Kompetitor
Sampai saat ini baru Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang sudah mempunyai pasangan bakal capres dan bakal cawapres, yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Adapun kubu PDI-P yang mengusung Ganjar serta KIM yang mengusung Prabowo belum menentukan siapa sosok bakal cawapres yang akan mereka pilih.
Menurut Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro, terdapat beberapa dampak yang ditimbulkan akibat putusan MK tersebut.
"Pertama, secara internal, dalam konteks PDI-P putusan MK ini menciptakan keterbelahan sekaligus berisiko menghadirkan konflik dengan Istana," kata Agung saat dihubungi pada Senin (16/10/2023).
Baca juga: Setelah Putusan MK, Peluang Gibran Gabung Parpol Koalisi Indoneisa Maju Dinilai Terbuka
Agung menilai, akibat kans Gibran menjadi bakal cawapres Prabowo terbuka karena putusan MK maka terbuka kemungkinan PDI-P tak akan meliriknya buat disandingkan dengan Ganjar.
"Kecil kemungkinan PDI-P meminang Gibran karena fatsun politik partai pimpinan Mega ini membawa paket capres-cawapres nasionalis-religius," ucap Agung.
Agung menilai, jika PDI-P memaksakan menduetkan Ganjar dengan Gibran maka tujuan utama mereka mendapatkan sosok pasangan pemimpin bercorak nasionalis-religius tak terpenuhi.
"Artinya, Ganjar-Gibran menjadi kecil diusung karena sama-sama dari PDI-P dan keduanya identik sebagai figur nasionalis," papar Agung.
Baca juga: Megawati Singgung Loyalitas Kader Saat Gibran Tak Hadir di Peresmian Kantor DPC Solo
Dampak kedua, kata Agung, secara eksternal putusan MK membuat kompetisi pilpres semakin kompetitif.
Menurut dia, jika Gibran jadi maju sebagai cawapres maka dia akan secara langsung mendapatkan restu sang ayah.
"Di titik inilah Ganjar dan Anies perlu bekerja ekstra demi lolos putaran kedua dan memastikan kemenangan," ujar Agung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.