JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki pertimbangan di balik putusan mengabulkan gugatan agar pengalaman pernah terpilih lewat pemilu, termasuk pilkada, dapat menjadi syarat alternatif seseorang maju sebagai capres-cawapres, selain syarat awal berusia minimum 40 tahun.
Ini membuat kepala daerah yang belum berusia 40 tahun, bisa maju sebagai capres-cawapres pada Pilpres 2024.
Hakim konstitusi Guntur Hamzah menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden sama-sama merupakan rumpun jabatan yang dipilih (elected officials) sebagaimana kepala daerah lewat sebuah pemilu.
Hal itu dianggap mencerminkan bahwa jabatan tersebut selaras dengan kehendak rakyat.
Baca juga: Gugatan Kader PSI Ditolak MK, Kaesang: Pemimpin Tak Harus Jadi Capres-Cawapres
"Sehingga, tokoh figur tersebut dapat saja, dikatakan telah memenuhi syarat derajat minimal kematangan dan pengalaman (minimum degree of maturity and experience) karena terbukti pemah mendapat kepercayaan masyarakat, publik atau kepercayaan negara," jelas Guntur dalam sidang pembacaan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Senin (16/10/2023).
Guntur menambahkan, pembatasan usia yang hanya diletakkan pada usia tertentu tanpa dibuka syarat alternatif yang setara merupakan wujud ketidakadilan yang intolerable dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden.
"Kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota) dan jabatan elected officials dalam pemilu legislatif (anggota DPR anggota DPD, dan anggota DPRD) yang pernah/sedang menjabat sudah sepantasnya dipandang memiliki kelayakan dan kapasitas sebagai calon pemimpin nasional," jelas Guntur.
Baca juga: PSI Kecewa MK Tolak Uji Materi Batas Usia Capres-Cawapres 35 Tahun
Guntur berujar, pembatasan usia minimum 40 tahun semata tidak saja menghambat atau menghalangi perkembangan dan kemajuan generasi muda dalam kontestasi pimpinan nasional, tapi juga berpotensi mendegradasi peluang tokoh/figur generasi milenial yang menjadi dambaan generasi muda, semua anak bangsa yang seusia generasi milenial.
"Dalam batas penalaran yang wajar pejabat yang menduduki atau pernah menduduki jabatan elected officials sesungguhnya telah teruji dan telah diakui serta terbukti pernah mendapatkan kepercayaan dan legitimasi rakyat," lanjutnya.
Guntur juga beranggapan bahwa pembatasan usia 40 tahun semata bersifat debatable dan tidak memberi pemaknaan yang baik secara kualitatif, karena hanya mendasarkan pada angka usia tanpa mempertimbangkan kematangan politik yang dianggap bisa timbul dari hasil pengalaman menjabat sebagai pejabat hasil pemilu.
Sebelumnya diberitakan, MK mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimum capres-cawapres, Senin (16/10/2023).
Sejumlah hakim konstitusi menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion terkait putusan ini. Mereka adalah Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat.
Dua hakim konstitusi lainnya menyampaikan concurring opinion (alasan berbeda), yakni Daniel Foekh dan Enny Nurbaningsih.
Dengan ini, maka syarat usia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres bukan syarat mutlak, karena berlaku syarat alternatif berupa pengalaman pernah menjadi kepala daerah.
Baca juga: MK Putuskan Syarat Usia Capres-Cawapres 40 Tahun Inkonstitusional Bersyarat
"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai 'berusia 40 tahun, atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusannya.