JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan, lamanya penanganan perkara pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK) bisa dipengaruhi oleh sejumlah faktor, salah satunya tekanan politik.
Feri menduga, proses uji materi terhadap aturan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berlangsung lamban lantaran berkaitan dengan kepentingan politis.
“Bukan tidak mungkin karena tekanan politiknya tinggi. Terkesan bahwa permohonan ini hanya memanfaatkan keadaan” kata Feri kepada Kompas.com, Selasa (10/10/2023).
Baca juga: Hampir 7 Bulan Berlalu, MK Tak Kunjung Putuskan Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres...
Feri menjelaskan, tidak ada standar baku mengenai lama perkara yang ditangani MK. Tak jarang, proses uji materi di MK berlangsung sangat lamban, bahkan sampai 2 tahun.
Namun, kerap pula prosesnya berlangsung sangat cepat. Uji materi terhadap aturan syarat e-KTP dan paspor sebagai alat bukti pemilih di pemilu misalnya, prosesnya hanya berlangsung tiga hari.
“MK seringkali tidak konsisten, dalam hal-hal yang sangat urgen mereka bisa cepat,” ucap Feri.
Baca juga: Menjawab Usulan Perubahan Syarat Batas Usia Capres-Cawapres
Menurut Feri, uji materi aturan batas usia capres-cawapres kental akan nuansa politik, sehingga tak kunjung diputuskan meski proses pemeriksaan perkara sudah selesai.
Padahal, proses pendaftaran capres-cawapres Pemilu 2024 tinggal menghitung hari, yakni 19-25 Oktober 2023.
Bisa jadi, putusan soal uji materi ini sengaja diketuk mendekati masa pendaftaran capres-cawapres. Sehingga, jika putusan tersebut kontroversial karena dinilai menguntungkan satu pihak, gejolak masyarakat bisa cepat teredam.
“Dugaan saya begitu, jadi ditunggu di saat yang tepat, sehingga orang akhirnya sibuk di proses pendaftaran, tidak sibuk mengkritik putusan MK,” tutur peneliti senior Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas ini.
Sebagaimana diketahui, MK tak kunjung memutuskan gugatan uji materi tentang syarat usia capres dan cawapres yang termaktub dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Padahal, proses uji materi aturan tersebut telah berlangsung selama berbulan-bulan.
Sedikitnya, hingga kini, ada 12 perkara uji materi aturan syarat usia capres-cawapres yang diajukan ke MK.
Para pemohon mempersoalkan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang berbunyi, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.
Baca juga: Soal Gibran Maju Cawapres, Budi Arie Sebut MK Akan Putuskan Gugatan Usia Cawapres Pekan Ini
Gugatan pertama terhadap aturan ini diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang teregistrasi pada 16 Maret 2023 dengan nomor 29/PUU-XXI/2023. Lalu, gugatan kedua diajukan oleh Partai Garuda pada 9 Mei 2023 yang teregistrasi dengan nomor 51/PUU-XXI/2023.
Gugatan selanjutnya diajukan oleh lima kepala daerah yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor, dan Wakil Bupati Mojokerto Muhammad Al Barra pada 17 Mei 2023 dengan nomor 55/PUU-XXI/2023.
Jika dihitung sejak gugatan pertama diajukan, proses uji materi terhadap syarat usia capres-cawapres sudah berlangsung hampir 7 bulan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.