Oleh: Dr. Rasji, SH., M.H.*
BEBERAPA bulan terakhir, muncul usulan perubahan syarat batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Usulan perubahan ini telah diajukan oleh beberapa kalangan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pengusul menghendaki agar syarat batas usia minimal capres dan cawares diubah dari 40 tahun menjadi kurang dari 40 tahun. Bahkan ada yang sudah menyatakan usul minimal berusia 35 tahun atau 25 tahun.
Usulan ini cukup menarik perhatian karena berkaitan dengan syarat bagi seseorang yang akan diajukan menjadi bakal capres dan bakal cawapres pada Pilpres 2014.
Usulan ini mendapat tanggapan pro dan kontra, utamanya dari kalangan pendukung figur-figur bakal capres dan bakal cawapres yang sudah disiapkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Hingga saat ini, MK belum memutuskan permohonan uji material syarat batas usia minimal capres dan cawapres sehingga makin menjadi teka teki. Apalagi batas waktu pendaftaran bakal capres-cawapres kian dekat.
Syarat batas usia minimal capres dan cawares diatur di dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Pasal ini menyatakan persyaratan menjadi capres dan cawapres paling rendah berusia 40 tahun. Penjelasan pasal ini menyatakan “cukup jelas”.
Pasal ini telah jelas memberikan pemaknaan bahwa masalah syarat batas usia capres dan cawapres adalah masalah hukum dan bukan masalah politik, sehingga perlu dilihat secara hukum.
Berdasarkan ketentuan ini, maka timbul permasalahan lain, apakah syarat batas usia capres dan cawapres merupakan hak konstitusional warga negara? Apakah pengajuan perubahan syarat batas usia capres dan cawapres ke MK adalah benar secara hukum?
Jika melihat sistem pengaturan negara, Indonesia menganut sistem pengaturan konstitusionalisme. Artinya Indonesia meletakan permasalahan hukum kenegaraan pada hukum dasar (konstitusi) negara.
Hal ini dinyatakan secara tegas oleh founding fathers Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “…maka disusunkan kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undnag-Undang Dasar Negara Indonrsia…”.
Pada saat ini, Bangsa Indonesia telah menyusun dan menetapkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD1945) sebagai hukum dasar (konstitusi) negara Indonesia, yang meletakkan UUD 1945 sebagai hukum dasarnya negara Indonesia dan berfungsi sebagai landasan konstitusional segala kehendak kehidupan bernegara.
Karena itu, ketika ada yang mempersoalkan syarat batas usia capres dan cawapres sebagai hak konstitusional warga negara, maka kita perlu melihat ketentuan UUD 1945 yang sesungguhnya, yang mengatur masalah itu.
UUD 1945 tidak mengatur secara jelas dan tegas mengenai batasan usia minimal capres dan cawapres, baik di dalam pasal maupun ayat-ayatnya.
UUD 1945 hanya mengatur satu pasal yang berkaitan dengan persyaratan capres dan cawapres, yaitu Pasal 6 dan satu pasal yang mengatur pemilihan presiden dan wakil presiden.
Pasal 6 ayat (1) menyatakan capres dan cawapres harus WNI sejak lahir, tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban presiden dan wakil presiden.
Selanjutnya Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 menyatakan persyaratan untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Ini berarti, UUD 1945 tidak mengatur dan menentukan batasan usia capres dan cawapres. Berapa batas usia seorang WNI menjadi capres dan cawapres, UUD 1945 tidak menetapkannya, melainkan menyerahkannya kepada pembentuk UU.
Dengan demikian, UUD 1945 mengatribuasikan (menyerahkan) pembatasan syarat batas usia minimal capres dan cawapres kepada pembentuk UU, yang kemudian wajib dituangkan ke dalam UU.
UU bukan konstitusi, melainkan aturan formal yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakayat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden, untuk melaksanakan UUD 1945.