JAKARTA, KOMPAS.com - Eks komisioner KPU RI, Hadar Nafis Gumay, meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mencopot jajaran komisioner KPU RI saat ini karena dinilai lepas tangan soal kebijakan afirmasi hak politik perempuan dalam pemilihan anggota legislatif (Pileg) 2024.
Akibat tindakan KPU RI, Pileg 2024 kemungkinan digelar tidak memenuhi aturan minimum 30 persen caleg perempuan sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Harus dibenahi. DKPP punya wewenang membenahi 'penyelenggara pemilu perusak' ini. Harus berani jatuhkan sanksi tegas kepada oknum komisioner yang memang sengaja membuat peraturan ngawur ini," kata Hadar, Selasa (10/10/2023).
"Pembenahan harus nyata dan efektif, sehingga terbangkit kembali optimisme harapan pada penyelenggara dan hasil kerjanya," ujarnya lagi.
Baca juga: KPU Lepas Tangan, Pileg 2024 Bakal Diikuti Kurang dari 30 Persen Caleg Perempuan?
Hadar, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan, sebelumnya telah mengadukan para komisioner KPU RI ke DKPP.
Sidang pemeriksaan sudah berlangsung dan kini putusan DKPP dinanti.
Ia berharap, putusan terkait nasib para komisioner KPU RI itu dapat ditetapkan dalam dua pekan mendatang, sebelum KPU RI menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) Pileg 2024 yang sudah tidak bisa diubah-ubah lagi.
"DKPP punya kesempatan besar membenahi. Jangan disia-siakan. Lembaga penegak etik itu bukan hanya pelengkap ala kadarnya, tetapi aktor koreksi terakhir," kata Hadar.
Baca juga: KPU Ungkap Alasan Tak Revisi Aturan Caleg Perempuan yang Dibatalkan MA
Sengkarut ini bermula ketika KPU RI mengundangkan Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Legislatif (Pencalegan).
Pasal itu mengatur soal mekanisme pembulatan ke bawah untuk menghitung 30 persen jumlah caleg perempuan yang diajukan partai politik untuk Pileg 2024.
Sebagai contoh, jika di suatu daerah pemilihan (dapil) terdapat delapan caleg, maka hitungan jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya akan menghasilkan angka 2,4.
Karena angka di belakang desimal kurang dari lima, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total delapan caleg di dapil itu cukup hanya 2 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.
Padahal, dua dari delapan caleg setara 25 persen saja, yang artinya belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen sebagaimana dipersyaratkan Pasal 245 UU Pemilu.
Akibat mekanisme ini, di atas kertas, jumlah caleg perempuan akan lebih sedikit dari seharusnya.
Baca juga: KPU: Tak Ada Konsekuensi Parpol yang Tak Usung 30 Persen Caleg Perempuan
Aturan ini pun dibatalkan Mahkamah Agung (MA) sejak 29 Agustus 2023.