JAKARTA, KOMPAS.com - Eks komisioner Komisi Pemilihan Umum, Hadar Nafis Gumay mengkritik langkah KPU yang dianggap lembek ke partai politik (parpol) soal keharusan memenuhi 30 persen caleg perempuan.
Pertama, KPU RI menyebut tak ada konsekuensi hukum untuk parpol yang gagal memenuhi 30 persen caleg perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil).
Dengan begitu, walau kurang jumlah caleg perempuan, parpol tetap bisa bertarung di dapil itu.
Baca juga: KPU Ungkap Alasan Tak Revisi Aturan Caleg Perempuan yang Dibatalkan MA
Hadar yang juga tergabung di dalam Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan ini menilai bahwa KPU seharusnya menyatakan parpol itu tidak memenuhi syarat.
Ia mengutip Pasal 40 Ayat (3) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 yang pada intinya menyatakan bahwa partai politik tetap bisa ikut Pileg 2024, sepanjang mencoret dapil yang tidak memenuhi syarat karena kekurangan jumlah caleg perempuan.
"Dalam Peraturan KPU sendiri kalau kurang dari 30 persen keterwakilan perempuannya maka di dapil tersebut dicoret/ditolak daftar calonnya, artinya tidak ikut pemilu pada dapil tersebut," kata Hadar kepada Kompas.com, Senin (9/10/2023).
"Kacau kan. Memang ketidakmandirian dan ketidakprofesionalan mereka merusak semua ini. KPU harus bertanggung-jawab mengembalikan semuanya apa pun konsekuensi yang harus dibuat," ujar dia.
Hadar menilai, jika KPU tetap mengesahkan keikutsertaan parpol di dapil yang kekurangan caleg perempuan, itu sama saja KPU melawan putusan MA.
Baca juga: KPU: Tak Ada Konsekuensi Parpol yang Tak Usung 30 Persen Caleg Perempuan
Kedua, KPU RI merasa tak perlu merevisi Pasal 8 Ayat (2) Peraturan KPU soal hitungan 30 persen caleg perempuan yang dibatalkan MA, membuat tahapan pencalegan dianggap tak berkepastian hukum.
Padahal, revisi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 dianggap tetap perlu guna mengatur konsekuensi untuk partai politik yang gagal memenuhi 30 persen caleg perempuan berdasarkan putusan MA.
"Kalau KPU mau mengatur atau memaksudkan yang lain lagi, ya harus tertib. Dan pastikan itu dalam peraturan," kata Hadar yang juga anggota Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan itu.
Terlebih, KPU punya waktu sejak putusan MA terbit pada Agustus lalu untuk merevisi aturan tersebut.
"KPU menunda-menunda, KPU yang menolak sehingga semua menjadi lebih parah," imbuh Hadar.
"Substansi mendasarnya hak pencalonan perempuan sesuai pengaturan afirmasi dalam UU Pemilu, paling sedikit perempuan 30 persen pada setiap daftar pemilih pada setiap dapil harus diterapkan," ucap dia.
Baca juga: Semua Parpol Peserta Pemilu 2024 Disebut Tak Penuhi 30 Persen Caleg Perempuan
Sebelumnya diberitakan, MA mengabulkan gugatan perkara nomor 24/P/HUM/2023 pada Selasa (29/8/2023) untuk membatalkan Pasal 8 Ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.