JAKARTA, KOMPAS.com - “Bung Hatta tidak berubah sebagaimana saya mengenalnya sebelumnya,” demikian Mohammad Bondan mengisahkan sosok Mohammad Hatta yang ia kenal.
Sejak usia 17, Bondan tertarik pada pergerakan kemerdekaan. Ia bergabung dengan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) ketika awal organisasi tersebut didirikan.
Bondan menjadi salah seorang yang menentang pembubaran PNI oleh pengurusnya ketika Soekarno ditangkap. Ia bersama sejumlah rekannya yang tak setuju PNI dibubarkan lantas membentuk Kelompok Merdeka.
Membawa semangat perjuangan kemerdekaan, Kelompok Merdeka bergabung dengan PNI-Baru, organisasi bentukan Bung Hatta.
Di sinilah Bondan, pemuda kelahiran Cirebon tahun 1910, akhirnya mengenal Hatta.
Baca juga: Bung Hatta yang Tak Banyak Bicara dan Sepak Bola
Tahun 1931, untuk pertama kalinya Bondan berinteraksi langsung dengan Hatta melalui surat. Ketika itu, Hatta masih menempuh studi di Belanda.
Lewat suratnya, Hatta banyak berbagi ilmu dengan Bondan tentang gagasan dan organisasi.
“Surat itu tiga meter. Isinya yang paling penting ialah nasihat beliau agar kalau mendirikan organisasi, yang utama diperhatikan adalah pendidikan kader. Isi ini adalah salah satu gagasan pokok Bung Hatta: pendidikan,” kenang Bondan sebagaimana dituliskan Kompas, 17 Maret 1980.
Dari surat-surat Hatta, Bondan memahami bahwa sosok yang kelak jadi wakil presiden pertama RI itu merupakan seorang pejuang.
“Bung Hatta yang sesungguhnya sebagaimana ternyata kemudian memang tampak dalam surat itu, tenang tapi… mendalam,” ucap Bondan.
Baca juga: Cerita di Balik Alasan Bung Hatta Enggan Dimakamkan di TMP Kalibata
Setahun setelahnya, Hatta pulang ke Tanah Air. Bondan pun ikut menyambut kepulangan Hatta dengan menemuinya di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Bondan merupakan satu-satunya orang bukan kalangan keluarga yang ikut naik ke kapal untuk menemui Hatta.
“Setelah bersalaman, ia menyebut nama saya dengan tersenyum. Bung Hatta tetap tenang, tapi malah menambah dalamnya arti pertemuan itu,” kata Bondan.
“Bung Hatta seperti tercermin dalam tulisan-tulisan beliau, juga seperti saya rasakan dalam surat-suratnya kepada saya. Jadi tak ada beda antara tulisan, pembicaraan orang tentangnya, dan perilaku sesungguhnya dalam hidup keseharian,” tuturnya.
Siapa sangka, 3 tahun setelah pertemuan itu atau 1935, Bondan diasingkan bersama Hatta dan lima orang lainnya ke Boven Digoel, wilayah yang kini masuk dalam teritori Papua Selatan.