JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional (Komnas) Anti Kekerasan terhadap Perempuan buka suara mengenai pengabaian laporan oleh kepolisian dari korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berinisial MSD (24) di Bekasi, Jawa Barat, sebelum dibunuh suaminya, Nando (25).
Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat menilai, pengabaian laporan oleh kepolisian telah melanggar hak perempuan korban atas keadilan.
Akibat pengabaian itu, korban harus menanggung penganiayaan fisik dan psikis hingga meninggal dunia.
"Pengabaian laporan MSD sebagai korban KDRT oleh aparat penegak hukum, merupakan perbuatan yang melanggar hak perempuan korban atas keadilan," kata Rainy kepada Kompas.com, Rabu (13/9/2023).
Baca juga: Laporan KDRT Tak Disetop, Hukuman Suami Pembunuh Istri di Bekasi Bakal Lebih Berat
"Terlebih, pengabaian berakibat pada kematian MSD sebagai korban KDRT, sehingga pengabaian dapat tergolong sebagai bentuk perbuatan penyiksaan korban KDRT," imbuh Rainy.
Akibat kasus ini, pihaknya meminta aparat penegak hukum mempertimbangkan tiap pembunuhan terhadap istri seperti kasus MSD.
Pun, mengenali lebih jauh aspek tindak pidana kekerasan berbasis gender dan pembunuhan berbasis gender terhadap istri sebagai bukan tindak pidana penghilangan nyawa sebagaimana umumnya.
"Dengan demikian, diharapkan ada pemberatan hukuman termasuk KDRT berlapis dan berulang terhadap korban," tutur Rainy.
Di sisi lain, Komnas Perempuan berharap agar masyarakat turut berpartisipasi untuk memutus keberulangan KDRT bila menyaksikannya.
Caranya, melaporkan kekerasan kepada pengada layanan terdekat dan atau aparat penegak hukum. Sebab, KDRT merupakan kejahatan berbasis gender dan bukan masalah privat.
"Aparat penegak hukum wajib memberikan respons cepat atas pengaduan kasus KDRT. Sebab, tindak pidana tersebut dapat berulang dan berlapis dan berakibat pembunuhan atau kematian," jelasnya.
Baca juga: Polisi Sebut Mega Sudah Rukun dengan Sang Suami Setelah Laporkan KDRT
Sebagai informasi, Komnas Perempuan mencatat, KDRT merupakan kasus terbanyak yang dilaporkan ke Komnas Perempuan dan pengada layanan setiap tahunnya. Angkanya meningkat dari tahun ke tahun.
Korban terbanyak adalah istri baik berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual maupun penelantaran (perselingkuhan, kekerasan ekonomi).
Dalam kajian Komnas Perempuan tentang femisida pasangan intim (intimate partner femicide), pembunuhan istri oleh suami umumnya diawali KDRT berlapis dan berulang oleh suami.
Artinya, pembunuhan terhadap istri oleh suami merupakan puncak dari KDRT dan merupakan bentuk kekerasan yang paling sadis. Motif pembunuhan istri (femisida) oleh suami bermacam-macam, di antaranya masalah ekonomi dan sakit hati suami akibat berbagai alasan.