KONFERENSI Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 ASEAN yang digelar di Jakarta Convention Center, Jakarta, pada 5-7 September, baru saja usai.
KTT yang dihadiri oleh 22 negara ini, baik oleh negara anggota ASEAN, negara mitra maupun negara undangan, diselenggarakan pada saat situasi dunia yang masih dalam keadaan tidak menentu.
Presiden Joko Widodo dalam tulisannya di Kompas, 3 September 2023, berjudul ASEAN Matters: Epicentrum of Growth, mengatakan, dunia saat ini sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Perang dan konflik masih terjadi di beberapa kawasan, yang justru terjadi tatkala dunia masih tertatih-tatih bangkit dari kelesuan ekonomi akibat pandemi.
Satu hal yang patut disyukuri adalah di tengah situasi dunia seperti itu, ASEAN menikmati pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata dunia. Pertumbuhan ekonomi mustahil terjadi jika tidak ada stabilitas politik di kawasan.
Bagaimana ASEAN bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan sekaligus menjaga stabilitas politik kawasan?
Mengutip kata-kata Jokowi, kontribusi ASEAN terhadap pertumbuhan dan stabilitas keamanan di kawasan dihidupkan oleh empat roh.
Keempat roh yang meniupkan daya hidup ASEAN itu mencakup adanya visi jangka panjang yang jelas; kesigapan menangani krisis; potensi ASEAN sebagai pusat pertumbuhan (epicentrum of growth); dan transformasi ASEAN Outlook Indo-Pacifik menjadi program kerjasama konkret.
Dari keempat roh ASEAN ini, sepertinya upaya mentransformasikan konsep normatif ASEAN Outlook menjadi program kerja sama konkret menjadi tantangan utama agar ASEAN benar-benar ”relevant and matters”.
Sebab, agar manfaat ASEAN benar-benar dirasakan rakyat sesuai dengan kredo “diplomasi membumi” yang sering digaungkan Kemlu, Indonesia selama keketuaannya di ASEAN harus mampu menelurkan program konkret yang dapat memberi manfaat langsung bagi rakyat.
Namun, membangun kerja sama ekonomi antar-negara hanya mungkin jika stabilitas politik kawasan mendukung. Artinya, potensi konflik sebisa mungkin harus ditekan pada titik terendah.
Dalam konteks inilah, Presiden Jokowi menegaskan perlunya menurunkan tensi dan rivalitas serta membangun perilaku bekerjasama (habit of cooperation) di kawasan.
Justru kini yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana membangun kerja sama itu di tengah-tengah meningkatnya dinamika politik di kawasan?
Dorongan bagi negara di dunia untuk membangun kerja sama dengan ASEAN dan kawasan Asia Timur sungguh signifikan.
Dalam perspektif geo-ekonomi, pusaran ekonomi dunia (economic gravity) kini tidak lagi bertumpu di benua Amerika atau Eropa, tetapi bergeser ke kawasan Asia, yang ditandai oleh tingginya investasi, konsumsi domestik dan kedigdayaan budaya (Fareed Zakaria, The Post-American World, 2008).