Ini berati interaksi ekonomi antarnegara akan berpusar lebih intens di kawasan ASEAN dan Asia Timur.
Interaksi ekonomi yang intens hanya akan memberi dampak positif bagi kemakmuran negara di kawasan jika di kawasan itu ada stabilitasi politik. Namun, justru ini yang menjadi kekhawatiran banyak pihak.
Ada beberapa dinamika yang terjadi akhir-akhir ini yang diprediksi akan memantik ketegangan politik keamanan di kawasan.
Pertama, pada 28 Agustus, China mengumumkan peta barunya yang memasukkan wilayah Laut China Selatan dan Taiwan.
Meski ini bukan pertama kali dilakukan, tak ayal klaim teritorial sepihak China ini memancing reaksi negara di kawasan.
Sudah lama diketahui, di Laut China Selatan China bersengketa dengan Malaysia, Vietnam, Filipina, Brunei dan Taiwan.
Dulu klaim itu mereka sebut dengan nine-dash line. Namun sekarang berubah menjadi ten-dash line, dengan memasukkan Taiwan. Ini sepertinya respons China terhadap manuver AS di Taiwan melalui kunjungan Pelosi ke Taiwan pada 3 Agustus 2022.
Dengan memasukkan Taiwan ke dalam peta barunya, China hendak mengirim pesan politik kepada AS: Taiwan adalah milik China.
Manuver politik AS yang dijawab China dengan klaim teritorial itu dikhawatirkan meningkatkan tensi dan rivalitas kedua kekuatan di kawasan.
Apabila manuver politik dilakukan secara miskalkulasi, bukan tak mungkin hal itu akan memantik konflik terbuka. Pada titik ini tentu kerja sama ekonomi, apapun bentuknya dan dengan siapapun mitranya, akan terganggu.
Kedua, pembukaan kantor NATO di Jepang. Pada Mei lalu, terbetik kabar NATO akan membuka kantor penghubung di Jepang pada 2024.
Kantor ini nantinya berfungsi sebagai tempat NATO mengadakan koordinasi kebijakan politik, militer dan keamanan bersama mitranya di Asia Pasifik, yaitu Jepang, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru.
Pembukaan kantor penghubung ini dinilai banyak pihak sebagai bagian dari kebijakan strategis NATO di Indo-Pasifik dalam upaya mengimbangi agresifitas China menanamkan pengaruhnya di Asia Pasifik, terutama di Laut China Selatan.
China melalui juru bicara Kemeterian Luar Negerinya menyatakan perluasan sayap pangaruh NATO di kawasan Asia Pasifik merupakan bentuk campur tangan di kawasan.
Dikhawatirkan campur tangan itu akan mengganggu upaya menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan.