“Kita hanyalah sebastian, sebatas teman tanpa kepastian. Saling suka tapi sayang tak jelas arahnya”. - Prilly Latuconsina.
MEMINJAM istilah Prilly sang pelaku seni, akronim “Sebastian” atau "Sebatas Teman Tanpa Kepastian" sepertinya pantas disematkan kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saat ini.
Awalnya tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan bersama Nasdem dan PKB, tetapi akhir-akhir ini posisi politiknya semakin tidak jelas.
Terbaru, gelar acara istiqhosah dan doa bersama untuk Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang diselenggarakan di Pendopo Pulo Nangka, Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur, Kamis, 7 September 2023, PKS tidak dilibatkan dalam acara ini.
Di panggung acara, hanya tampak logo Partai Nasdem dan PKB serta foto pasangan Anies – Cak Imin (Amin), sementara logo PKS “lenyap” dari perhelatan ini (Detik.com, 07 September 2023).
Menurut Ketua DPW PKB DKI Jakarta, Hasbiallah Ilyas, pihaknya sudah menghubungi jajaran PKS DKI, namun tidak mendapat respons sama sekali.
Jika di level daerah saja seperti Jakarta PKS tidak dianggap, maka idem ditto dengan di level “atas”. Sejak deklarasi Anies-Cak Imin dihelat di Hotel Majapahit, Surabaya, Sabtu, 2 September, tidak ada satupun elite PKS menghadiri pesta “bersatunya” Nasdem dan PKB.
Tidak ada bendara atau logo PKS di sekitaran Hotel Majapahit tempat acara deklarasi diadakan.
Dalam rapat konsolidasi pemenangan bakal pasangan Anies Baswedan – Cak Imin di Nasdem Tower, Gondangdia, Jakarta, Rabu (6/9/2023), elite-elite PKS kembali “absen”.
Rapat yang menentukan tim pemenangan antara PKB dengan Nasdem sudah menyiapkan template tim pemenangan. Jika nantinya PKS ingin bergabung, maka tinggal mengisikan nama-nama personelnya.
Melihat narasi dari para elite Nasdem dan PKB yang tersurat maupun tersirat, tampaknya memang PKS benar-benar diperlakukan seperti analogi yang dikemukakan Prilly Latuconsina.
Sebastian atau sebatas teman tanpa kepastian, ibaratnya mau lanjut di koalisi silahkan dan mau cabut dari koalisi juga silahkan.
Harus diakui, masuknya “tamu baru“ dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan memang menimbulkan dilema.
Nasdem mengajak PKB masuk ke dalam koalisi tentu dengan pertimbangan matang. Kalkulasi teknis dan kalkulasi politis, pasti sudah dihitung dengan cermat oleh Surya Paloh.
Kalkulasi teknis tentu memperhitungkan jika pada akhirnya di koalisi hanya tersisa Nasdem dan PKB, maka harus dipastikan kumulatif gabungan Nasdem dan PKB memenuhi persyaratan pengajuan pasangan capres – cawapres di Pilpres 2024.
Sementara dari kalkulasi politis, elite-elite Nasdem pasti juga sudah menghitung potensi “turbulensi” di dalam koalisi – seperti yang disebut elite PKS berlangsung tidak smooth – yakni kemungkinan Demokrat atau PKS hengkang dari koalisi.
Dan ternyata betul, Demokrat langsung memilih keluar dari barisan pengusung Anies – Cak Imin, sementara PKS mencoba tetap bertahan di tengah ketidakpastian.